DPR Cium Indikasi Persaingan Bisnis dalam Kebijakan PCR

Petugas memeriksa tiket kereta api calon penumpang di Stasiun Gambir, Jakarta, kemarin. Penerapan aturan tes PCR kepada calon penumpang pesawat menuai banyak kritik. (SALMAN TOYIBI/JAWA POS)

JAKARTA — Anggota Komisi VIII DPR RI Bukhori menduga ada indikasi persaingan bisnis dalam kebijakan syarat wajib tes polymerase chain reaction (PCR) bagi pelaku perjalanan. Hal itu terlihat dari menjamurnya penyedia layanan tes PCR di sejumlah tempat dengan menawarkan harga berlapis, tergantung pada kecepatan hasil tes.

Bahkan menurut Bukhori, para pebisnis tes PCR telah melanggar ketentuan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan Kementerian Kesehatan, yakni Rp 495 ribu (Pulau Jawa dan Bali) dan Rp 525 ribu (luar Pulau Jawa dan Bali) dengan dalih ‘PCR ekspres’. “Harga yang ditawarkan mulai dari Rp 650 ribu, Rp 750 ribu, Rp 900 ribu, hingga Rp 1,5 juta,” jelas Bukhori dalam keterangan tertulisnya, Minggu (31/10).

Bacaan Lainnya

Di sisi lain ia menjelaskan, sejak bulan Maret 2020 pemerintah juga telah memberikan insentif fiskal untuk importasi jenis barang berupa alat kesehatan untuk penanganan pandemi. Adapun jenis barang yang terkait dengan mekanisme tes PCR yang memperoleh insentif kepabeanan di antaranya PCR Test Reagent, Swab, Virus Transfer Media, dan In Vitro Diagnostic Equipment.

Bukhori menyebut, untuk PCR test reagent sendiri, total fasilitas pembebasan Bea Masuk (BM) dan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) yang telah diberikan untuk periode 1 Januari hingga 14 Agustus 2021 sebesar Rp 366,76 miliar. Yaitu terdiri atas fasilitas fiskal berupa pembebasan BM sebesar Rp 107 miliar, PPN tidak dipungut sebesar Rp 193 miliar, dan PPh Pasal 22 dibebaskan dari pungutan sebesar Rp66 miliar.

Sedangkan, realisasi pemberian fasilitas periode tahun 2021 sampai dengan bulan Juli, total nilai insentif fiskal yang telah diberikan sebesar Rp 799 miliar dari nilai impor barang sebesar Rp 4 triliun. “Bisnis tes PCR ini terbukti sangat menggiurkan. Pasarnya selalu ada selama pandemi dan pengadaan impor barangnya didukung oleh insentif pemerintah,” ujarnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *