BPPTKG : Status Gunung Merapi Waspada

Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta menaikkan status Gunung Merapi dari normal menjadi waspada terhitung sejak Senin (21/5) pukul 23.00 WIB.

Naiknya status waspada tersebut dikarenakan terjadinya peningkatan aktivitas letusan freatik dan diikuti dengan gempa vukanik-tektonik (VT) dan gempa tremor.

Bacaan Lainnya

Kepala BPPTKG Yogyakarta, Hanik Humaida mengatakan akibat peningkatan status tersebut, pihaknya merekomendasikan agar tidak ada kegiatan pendakian sementara. Kecuali kepentingan penyelidikan dan penelitian berkaitan dengan upaya mitigasi.

Selain itu, radius 3 kilometer dari puncak agar dikosongkan dari aktivitas penduduk. Dan warga yang masih tinggal di Kawasan Rawan Bencana (KRB) III diminta supaya meningkatkan kewaspadaannya.
“Jika terjadi perubahan aktivitas yang signifikan, maka status Merapi akan ditinjau kembali,” katanya dalam keterangan tertulisnya, Selasa (22/5).

Ia juga mengimbau agar masyarakat tidak terpancing isu mengenai Merapi yang tidak jelas sumbernya. Serta tetap mengikuti arahan aparat pemerintah daerah atau menanyakan langsung ke pos pengamatan Merapi terdekat.

Sementara dari laporan Pusdalops Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY Selasa (22/5) menyebut, gempa tektonik terjadi di beberapa titik pada Senin (21/5). Yaitu pukul 16.10 WIB 139 kilometer arah barat daya Gunungkidul dengan kekuatan 3,3 Skala Richter.

Kemudian pukul 17.40 WIB 143 kilometer arah barat daya Gunungkidul dengan kekuatan 3,3 Skala Richter, kedalaman 15 kilometer, serta pukul 21.11 WIB, 112 kilometer arah barat daya Gunungkidul dengan kekuatan 3,1 skala Richter kedalaman 10 kilometer.

Erupsi freatik Merapi pertama terjadi pada Senin (21/5) pukul 01.25 WIB. Letusan berlangsung selama 19 menit. Ketinggian asap 700 meter teramati dari pos Babadan. Amplitudo seismik terukur 20 mm.

Kemudian diikuti yang kedua berlangsung pukul 09.38 WIB selama 6 menit. Tinggi asap 1.200 meter dengan angin condong ke arah Barat. Amplitudo seismik 23 mm. Lalu ketiga pada pukul 17.50 WIB selama 3 menit. Tinggi tidak terpantau karenaview tidak tampak. Amplitudo seismik 50 mm. Dampak pada letusan ini terjadi hujan abu.

Hujan abu itu dialami di Kecamatan Cangkringan, yaitu di Desa Glagaharjo, Kepuharjo, Umbulharjo. Kemudian di Kecamatan Pakem, meliputi Desa Purwobinangun, Hargobinangun, Kaliurang.

Sementara itu, di Kecamatan Ngemplak di Desa Widodomartani, masyarakat juga sudah mulai mengungsi akibat hujan abu ini. Seperti di Balai Desa Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan ada kurang lebih 381 jiwa yang usia rentan, perempuan, dan anak-anak tetap bermalam. Logistik makanan, alas tidur dan dapur umum pun telah disediakan.

(dho/JPC)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *