174.298 KM Jalan di Indonesia Rusak , KPK : Kami Temukan Titik Rawan Korupsi

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan titik rawan korupsi pada penyelenggaraan jalan.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan titik rawan korupsi pada penyelenggaraan jalan.

Temuan kajian kata Ali, menunjukkan bahwa kasus korupsi pada penyelenggaraan jalan didominasi adanya suap dan penyalahgunaan kewenangan, serta perbuatan curang oleh pemborong atau pengawas dan penerima pekerjaan, serta penyelenggaran negara selaku pengurus atau pengawas yang ikut dalam pemborongan dan ijon pekerjaan.

Bacaan Lainnya

Ali pun membeberkan titik rawan korupsi dalam penyelenggaraan jalan, serta membeberkan rekomendasi berdasarkan kajian KPK.

Yang pertama, pada tahap perencanaan dan anggaran. Korupsi pada taha tersebut meliputi intervensi program yang melampaui kewenangan Pekerjaan Umum (PU), penyalahgunaan wewenang, suap dalam alokasi anggaran, dan permintaan fee.

Mengatasi permasalah itu kata Ali, KPK merekomendasikan Kementerian PUPR membuat regulasi yang mengatur kepatuhan perencanaan. Kementerian PUPR diminta membuat regulasi tentang pelaksanaan pembangunan infrastruktur diluar tusi PUPR; serta perlu membangun manajemen perubahan pada sistem perencanaan anggaran agar terintegrasi dan transparan.

Selanjutnya pada tahap perencanaan teknis. Korupsi pada tahap ini meliputi kolusi. Di mana, hasil pekerjaan yang tidak sesuai dengan rancangan teknis Detail Design Engeneering (DED) yang tidak detail, dan peningkatan harga atau markup dalam estimasi biaya Engineering Estimate (EE) yang rawan suap.

Rekomendasi KPK, Kementerian PUPR membuat sistem informasi jasa konstruksi, melakukan akreditasi ulang asosiasi existing; serta Kementerian PUPR bersama asosiasi dan LPJK menegakkan standarisasi sertifikasi dengan melibatkan BNSP.

Kemudian pada tahap pra pembangunan. Korupsi pada tahap tersebut meliputi markup HPS yang menyebabkan biaya tinggi dan tidak sesuai dengan kualitas konstruksi, pemenangan terhadap kontraktor tertentu, serta memanipulasi syarat lelang.

KPK pun merekomendasikan agar pemerintah membentuk Unit Layanan Pengadaan (ULP) yang independen dan profesional; Kementerian PUPR perlu membangun data base harga satuan dan nilai kontrak; serta meminta Kementerian PUPR menyusun e-katalog Sektoral untuk pekerjaan berulang.

Lalu pada tahap pembangunan. Korupsi pada tahap itu meliputi manipulasi laporan pekerjaan, pekerjaan infrastruktur fiktif, dan ketidaksesuaian pekerjaan dengan kontrak. Mengatasi masalah ini, KPK merekomendasikan agar Kementerian PUPR membuat kebijakan dalam menegakkan independensi Konsultan; serta perlu dibuatnya regulasi tentang pertanggungjawaban dalam hal keteknikan dan keuangan.

“KPK juga mengajak masyarakat sebagai penerima manfaat dari pembangunan nasional, juga turut memantau dan mengawasi pelaksanaan pembangunan tersebut. Agar hasilnya memberikan dampak positif yang nyata bagi kemaslahatan dan kesejahteraan rakyat, dengan salah satu prasyaratnya tentu tidak adanya praktik-praktik korupsi yang bisa mendegradasi kualitas pembangunan nasional kita,” pungkas Ali.(*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *