11 Menteri Ini Dianggap Layak Diganti

JAKARTA – Wacana reshuffle Kabinet Indonesia Maju terus menjadi perhatian publik. Menurut hasil survei Indonesia Political Opinion, ada 11 menteri yang layak untuk diganti. Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly berada di urutan paling atas.

Direktur Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah mengatakan, para menteri yang layak diganti adalah mereka yang terkenal dekat dengan Presiden Joko Widodo.

Bacaan Lainnya

“Hal itu menjadi ujian dilematis bagi presiden. Bagaimanapun, kinerja menteri yang dianggap layak reshuffle memiliki dampak langsung pada publik,” terang dia kepada Jawa Pos.

Dedi mengatakan, ada 11 menteri yang menurut responden layak untuk direshuffle. Menkumham Yasonna berada di posisi teratas yang paling diharapkan untuk diganti dengan penilaian 64,1 persen. Disusul Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto 52,4 persen, kemudian Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah 47,5 persen.

Selanjutnya, Menteri Agama Fachrul Razi 40,8 persen, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo 36,1 persen, dan Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan 33,2 persen, Menteri Sosial Juliari Batubara 30,6 persen, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki 28,1 persen, Menteri Pemuda dan Olah Raga Zainudin Amali 24,7 persen, Menteri BUMN Erick Tohir 18,4 persen, dan posisi kesebelas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim 13,0 persen.

“Jangan sampai ada asumsi justru karena kedekatan inilah membuat mereka merasa aman dari kritik dan koreksi Presiden,” papar Dedi.

Selain berharap adanya reshuffle, publik juga berharap ada sejumlah tokoh yang kembali masuk jajaran Kabinet Indonesia Maju. Susi Pudjiastuti yang paling diinginkan kembali menjadi menteri dengan skor 37,2 persen, Arief Yahya 32,2 persen, dan Dahlan Iskan 31,4 persen.

Menurut pengajar di Universitas Telkom dan Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) itu, tiga nama teratas itu memiliki rekam jejak cukup baik di mata publik. “Sehingga kembali diinginkan untuk masuk dalam jajaran Kabinet Indonesia Maju,” ungkap Dedi.

Sementara nama lain yang diharapkan masuk kabinet adalah Rizal Ramli 28,8 persen, Ignasius Jonan 27,1 persen, Hanif Dhakiri 0,9 persen. Ada juga nama dari kalangan non parpol, yaitu Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj 20,5 persen, Ketua umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir 0,6 persen.

“Sekarang tinggal menunggu keputusan presiden, apakah benar akan melakukan pergantian menteri, atau hanya untuk kiasan pidato saja,” terang alumnus UIN Syarief Hidayatullah Jakarta itu.

Survei IPO dilakukan di 135 desa pada 30 provinsi di Indonesia. Riset dilaksanakan pada 8-25 Juni 2020, dengan jumlah responden sebanyak 1.350 orang.

Metodologi survei yang digunakan adalah wellbeing purposive sampling (WPS), dengan sampling error pada 3,54 persen dengan tingkat akurasi data dalam rentang maksimum 97 persen.

Sementara itu, peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira memprediksi, Presiden Jokowi akan mempertahankan sejumlah menteri meski memiliki kinerja kurang baik.

Antara lain, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dan Menteri Sosial Juliari Batubara. Selain itu, ada pula Menteri Pendidikan Nadiem Makarim yang tengah menjadi sorotan publik serta Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir.

Salah satu alasannya lantaran faktor politis. Seperti Airlangga, misalnya. Posisinya sebagai Menko bidang Perekonomian kabinet Indonesia Maju tidak akan terusik. Sebab, kapasitasnya sebagai Ketua Umum partai Golongan Karya (Golkar).

Apalagi, partai dengan lambang pohon beringin itu termasuk salah satu partai pendukung pemerintah. ”Saya kira posisi Pak Airlangga tetap aman meski gagal mempercepat realisasi stimulus dunia usaha dan UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, Red),” bebernya.

Selain itu, Bima juga berharap Jokowi mengevaluasi kinerja Sri Mulyani. Menurut dia, mantan direktur pelaksana Bank Dunia tersebut kurang gigih menjaga pembiayaan utang secara lebih bijaksana. ”Rasio utang kita terus naik dan beban pembayaran bunga utang menggerus belanja,” katanya. (lum/han)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *