Tolak RUU Penyiaran, Wartawan Sukabumi unjuk Rasa

UNJUKRASA: Sejumlah jurnalis yang tergabung dalam PWI Kota Sukabumi, IJTI Korda Sukabumi Raya, dan AJI Biro Sukabumi, saat menggelar aksi unjuk rasa di depan Balai Kota dan Gedung DPRD Kota Sukabumi, Rabu (22/5).(FT: BAMBANG/RADARSUKABUMI)
UNJUKRASA: Sejumlah jurnalis yang tergabung dalam PWI Kota Sukabumi, IJTI Korda Sukabumi Raya, dan AJI Biro Sukabumi, saat menggelar aksi unjuk rasa di depan Balai Kota dan Gedung DPRD Kota Sukabumi, Rabu (22/5).(FT: BAMBANG/RADARSUKABUMI)

SUKABUMI — Sejumlah jurnalis yang tergabung dalam Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kota Sukabumi, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Korda Sukabumi Raya, dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Biro Sukabumi, menggelar aksi unjuk rasa menolak RUU Penyiaran di depan Balai Kota dan Gedung DPRD Kota Sukabumi, Rabu (22/5).

Aksi unjuk rasa ini, merupakan bentuk penolakan terhadap beberapa pasal kontroversial dalam Revisi Undang-undang (RUU) Penyiaran yang berpotensi mengancam kemerdekaan Pers. Kebijakan ini juga berpotensi menghalangi tugas-tugas jurnalistik.

Bacaan Lainnya

“Sejatinya, tugas jurnalistik berada di bawah kewenangan Dewan Pers. Namun, draf RUU Penyiaran ini dinilai bisa memunculkan tumpang tindih kewenangan antara Dewan Pers dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI),” ungkap Ketua PWI Kota Sukabumi, Mohamad Satiri kepada Radar Sukabumi, Rabu (22/5).

Adapun, pasal yang menjadi sorotan diantaranya pasal 50 B ayat 2 huruf c. Pasal ini, mengatur ihwal pelarangan media menayangkan konten atau siaran eksklusif jurnalisme investigasi. “Padahal, karya jurnalisme investigasi merupakan karya tertinggi seorang wartawan atau jurnalis,” bebernya.

Selain itu, Pasal 50 B ayat 2 huruf k, penayangan Isi Siaran dan Konten Siaran yang mengandung berita bohong, fitnah, penghinaan, dan pencemaran nama baik. “Pasal ini menimbulkan berbagai penafsiran, terutama menyangkut penghinaan dan pencemaran nama baik. Kami memandang pasal yang multitafsir dan membingungkan ini menjadi alat kekuasaan untuk membungkam dan mengkriminalisasi Pers,” bebernya.

Sementara, pada Pasal 8A huruf Q dan Pasal 42 ayat 2 yang menyebutkan penyelesaian sengketa terkait dengan kegiatan jurnalistik Penyiaran dilakukan oleh KPI sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. “Pasal ini harus dikaji ulang karena bersinggungan dengan UU nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang mengamanatkan penyelesaian sengketa jurnalistik dilakukan di Dewan Pers,” cetusnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *