Setukpa Lemdikpol Mulai Tertibakan Aset, Warga Layangkan Protes

PENGUKURAN: Sejumlah petugas dari Setukpa Lemdikpol saat melakukan pengukuran lokasi yang akan dipagari, sebagai bentuk pengamanan aset negara. IST

CIKOLE, RADARSUKABUMI.com– Penertiban aset negera berupa lahan oleh Sekolah Pembentukan Perwira Lembaga Pendidikan Polri (Stukpa Lemdikpol) menuai kritikan dari masyarakat. Lantaran, penertiban asset negera yang berlokasi di sekitar Asrama Polisi, Jalan Prana, Kelurahan Cikole, Kecamatan Cikole dianggap menutup akses lokasi usaha dan lembaga pendidikan.

Pjs Kepala Bagian Perencanaan dan Administrasi (Renmin) Setukpa Lemdikpol Sukabumi, AKBP M Helmi mengungkapkan, penertiban tersebut dilakukan untuk mengamankan aset negera. Pihaknya pun, mengklaim melakukannya dengan humanis.

Bacaan Lainnya

“Ini sebagai langkah pengamanan, di prana ini ada tiga lokasi, milik pak haji Benny, Pasim dan perumahan Prana. Keberadaan asrama ini lebih dahulu dari perumahan prana. Adapun dulu, hanya ijin melintas untuk akses matrial,” ujar Helmi kepada awak media, kemarin (28/7).

Penertiban asset tersebut, lanjut Helmi, merupakan program kerja Stukpa Lemdikpol dalam rangka pengamanan aset. Selain itu, penertiban tersebut atas rujukan dari surat Ombudsman Republik Indonesia nomor B/604/LM.29-K4/0262.2019/VII/2019 tanggal 10 Juli tentang Tindak Lanjut Laporan Masyarakat.

“Dalam sertifikat tanda bukti hak pakai yang dikeluarkan BPN (Badan Pertahanan Nasional) 1998 terkait peta lokasi asrama ini, tidak ada gambar atau penjelasan tentang akses publik yang disebut warga sebagai jalan umum Prana.

Artinya bagi kami Jalan Prana ini bukan akses umum, melainkan aset tanah negara milik Polri dalam hal ini Setukpa Lemdikpol,” ujarnya.

Adapun perihal pemagaran yang dilakukan, masih kata Helmi, merupakan bentuk penegasan supaya aset negera milik Polri tetap terjaga. Bahkan, sebelum akses ke rumah makan dan Pasim dibatasi, sebelumya akses ke perumahan pun juga telah diatur.

“Jadi akses tetap kita bikin, seperti Pasim kita kasih, tapi bukan akses yang leluasa mobil sembarangan, tapi akses orangnya. Kalau untuk yang belakang (komplek prana,red) kita akan liat akses jalannya, kalau sudah jadi portal saja, kalau perlu kita tembok saja permanen. Yang terpenting dalam pengamanan aset,” tegas dia.

Disinggung soal, ruslah atau tukar aset lantaran dampak dari pengamanan tersebut, Helmi menyerahkan kepada pimpinan dan mengaku bukan kapabilitasnya. “Itu antar pimpinan, kalau saya sesuai kapabilitasnya,” imbuh dia.

Sementara itu Benny Hoesin, salah seorang warga sekitar sekaligus pemilik rumah makan dan indekos menilai, kendati pemagaran akses jalan belum dilakukan, namun rencana tersebut tidak adil, karena tempat tersebut didirikan atas izin sebelumya yang telah ditempuh sesuai aturan yang berlaku.

“Bagi saya rencana penertiban aset ini tidak adil, karena tempat usaha saya ini dibangun dan memiliki izin dibuktikan dengan Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

Selain itu, kepastian hukum yang dipertanyakannya tersebut dianggap merugikan. Karena dengan pembatasan akses masuk kendaraan roda empat untuk umum dinilainya dapat membunuh usahanya.

Benny pun mengaku, jika proses ini tetap berjalan dirinya akan meminta keadilan kepada Presiden RI. Sebab, dalam pidatonya Presiden Joko Widodo berjanji akan melindungi para investor di Indonesia.

“Apalagi saya investor kelas dengkul, duit dari minjem. Maka tolonglah saya. Kalau tempat usaha saya ditutup bagaimana membayar hutang-hutang saya? apakah menunggu saya bangkrut,” lirihnya.

(upi/why/e)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *