Renovasi Gedung SMPN 5 Kota Sukabumi Dikecam

FOTO: Dok Yayasan Dapuran Kipahare

SUKABUMI, RADARSUKABUMI.com – Yayasan Dapuran Kipahare mengkritisi rencana renovasi gedung SMP Negeri 5 Kota Sukabumi yang bakal dilakukan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Sukabumi. Pasalnya, bangunan tersebut merupakan salah satu tempat bersejarah di Kota Sukabumi.

Bacaan Lainnya

Ketua Yayasan Dapuran Kipahare, Irman Firmansyah menjelaskan, Gedung SMPN 5 yang berlokasi di jalan SiliwangiNo. 57, Cikole, Kecamatan Cikole , menempati lokasi bekas bangunan Holland Inlandsche School (HIS) dan mewarnai sejarah pendidikan nasional masa Hindia Belanda. Hal ini terkonfirmasi melalui sebuah peta lama kota Sukabumi dalam buku Herineringen aan Soekaboemi yang ditulis J.M Knaud.

“Pembangunan di Kota Sukabumi ini memang rumit, seringkali terjadi perombakan hingga penghancuran bangunan yang berpotensi cagar budaya tanpa bisa dicegah. Hal ini terkait ketiadaan keputusan legal yang menetapkan sebagai bangunan cagar budaya, jadi semua bangunan yang ada sekarang belum ada penetapan termasuk bangunan penting seperti Balaikota dan Pendopo. Kekurangan inilah yang menyebabkan semua pihak leluasa melakukan perubahan atau penggantian karena cukup dengan dasar belum ditetapkan,” paparnya kepada Radar Sukabumi, Kamis (25/6).

Penulis Buku Soekaboemi The Untold Story membeberkan, sekolah tersebut merupakan sekolah dijaman kolonial Belanda yang dikhususkan bagi kaum bumiputera. Sekolah ini didirikan di beberapa daerah termasuk di Sukabumi sejak tahu 1914 sebagai jenjang pendidikan rendah (Lager Onderwijs) atau setingkat pendidikan dasar. Bahasa pengantarnya adalah Belanda (Westersch Lager Onderwijs) seperti juga HCS (Holland Chinese School) yang sekarang menjadi SMAN 4 Kota Sukabumi. Bahasa pengantar ini yang membedakan dengan Inlandsche School yang menggunakan bahasa daerah.

ini cukup bersejarah karena disinilah Pencipta lagu legendaris Ibu Sud (Saridjah Niung) menamatkan sekolah dasarnya.

“Bu Sud yang lahir di Sukabumi, 26 Maret 1908 merupakan pemusik, guru musik, pencipta lagu anak-anak, penyiar radio, dramawan dan seniman batik Indonesia. Ayahnya adalah seorang pelaut bugis yang menjadi pengawal seorang pensiunan Wakil Ketua Hoogerechtshof (Kejaksaan Tinggi) di Jakarta pada masa itu yang menetap di Sukabumi, JF Kramer. Majikan ayahnya yang mengangkat dia sebagai anak angkat itu memberi pelajaran seni suara, seni musik dan belajar menggesek biola hingga mahir.

Pada usia 12 tahun tepatnya tahun 1920 beliau lulus dari HIS (Sukabumi) yang sekarang menjadi SMPN 5 Kota Sukabumi,” bebernya.

Dari informasi yang didapatnya dari Kepala Sekolah SMP 5 Kota Sukabumi, bangunan tesebut bukan dirombak total, tetapi rencananya akan diajukan untuk perluasan keatas menjadi dua tingkat karena keperluan laboratorium yang kurang. Hal itu didasarkan atas ketiadaan ruang laboratorium yang cukup, mengingat program berbasis IT yang membutuhkan ruang peralatan yang cukup serta fungsi yang memadai. Selain itu sudah dua tahun sekolah ini nempel ke sekolah lain jika ada kegiatan UNBK (Ujian Nasional Berbasis Komputer).

“Kami sudah datang ke sekolah itu, pengakuan kepala sekolah dalam standar sarana pendidikan yang terakreditasi harus ada minimal besaran ruangan, misalnya saja ruangan ideal untuk laboratorium IPA adalah 9×12 m, yang sekarang ada hanya 7×8 meter. Padahal perlu ruang preparasi, penyimpanan dan sebagainya. Gedung yang akan dibangun ternyata bukan semua bagian gedung, tetapi hanya kelas 7 yang posisinya sekarang agak dibawah dan kurang kelihatan. Jadi, maksud sebenarnya melakukan pembangunan seperti sekolah sekolah tua di Bandung yang bisa membangun tanpa merubah langgam arsitekturnya, sehingga memori sejarahnya masih terjaga, bahkan bangunan baru lebih terlihat disbanding sekarang,” terangnya.

Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya Banten, Rusmeijani Setiorini (Rini), melalui whatsapp memberi tanggapan terkait SMPN 5 menambahkan, Jika memang ingin dibangun, harus ada kajian terlebih dahulu dari BPCB Banten, sehingga rekomendasi akan didasarkan atas kajian yang telah dilakukan.

“Terkait hal ini BPCB juga mempertanyakan keberadaan Tenaga Ahli Cagar Budaya (TACB) yang belum terbentuk terkait kekurangan jumlah tim. Komunitas juga bisa diusulkan sebagai TACB sepanjang tersertifikasi, syaratnya harus ada keahlian di bidangnya seperti sejarah, antropologi dan lain-lain,” pungkasnya. (upi/rs)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *