Kontrak Molor, Pembangunan Puskesmas Baros ‘Ngaret’

Sejumlah pekerja saat melakukan penyelesaian pembangunan Puskesmas Baros. IKBAL/RADAR SUKABUMI

KOTA SUKABUMI – Penjabat Pembuat Komitmen (PPK) Pekerjaan Pembangunan Puskesmas Baros, Reni angkat bicara terkait keterlambatan pembangunan Puskesmas Baros. Di mana, proyek yang seharusnya rampung pada akhir tahun 2019 lalu, mendapatkan adendum untuk perpanjangan sampai dengan 22 Januari 2020, mendatang.

Reni mengaku, keterlambatan pembangunan Puskesmas Baros ini lantaran beberapa faktor, diantaranya keterlambatan kontrak yang berdampak pada proses pengadaan yang terlambat hingga dua kali gagal lelang.

Bacaan Lainnya

Tidak hanya itu lanjut Reni, penetapan PPK pun agak mundur sehingga mempengaruhi kepada pekerjaan. “Jadi Puskesmas itu pekerjaannya dalam kontrak 100 hari yang dimulai di pertengah September,” kilah Reni kepada Radar Sukabumi, (13/1).

Ia mengaku, saat itu opitimis pengerjaan bisa selesai pada 100 hari kerja, setelah dirinya berkonsultasi dengan konsultan pengawas dan penyedia atau kontraktor. Namun di lapangan ternyata ada permasalahan yang menghambat proses pembangunan seperti proses penghapusan aset atau pembongkaran.

“Pembongkaran aset itu beda penyedia, sehingga harus diselesaikan pembokaran dulu. Kalau penyedianya sama sih bisa sambil bongkar dan pengerjaan. Minimal 120 hari tapi di kontrak 100 kerja,” akunya.

Sehingga lanjut Reni, hasil pekerjaan saat berakhir kontrak pada 23 Desember berada di angka 85 persen.

Oleh karena itu pihaknya memberikan perpanjangan pekerjaan untuk menyelesaikan pembangunan terserbut sesuai Peraturan Presiden pasal 56. Di mana disebutkan penyedia gagal menyelesaikan pekerjaannya di akhir tahun dan PPK menilai mampu menyelesaikan perkerjaannya maka diberikan kesempatan untuk diperpanjang.

” Kita kembali konsultasi dengan pengawas konsultan, teryata pembangunannya tinggal finising dan barang-barang pun sudah ada tinggal pemasangan. Makanya kami memberikan kesempatan selama 50 hari setelah selesai kontrak,” jelasnya.

Pemberian perpanjangan pekerjaan itu tak lepas pihak penyedia harus dikenakan denda. Dendanya itu kata Reni dikisaran Rp 1,7 juta setiap hari dan saat di akhir Desember pekerjaan mereka sudah meningkat sampai dengan 95 persen.

“Dari rentang waktu akhir kontrak sampai 31 Desember pihak penyedia sudah membayarkan Denda selama kurang lebih 8 hari dikali Rp 1,7 juta. Denda itu sudah masuk ke kas daerah pada akhir tahun,” terangnya.

Lanjut dia, untuk denda dan penyerapan anggaran yang tersisa 5 persen di 2020 nanti akan dibayarkan oleh Pemerintah setelah sisa pekerjaan selesai. Lantaran anggaran tahun 2019 ini kan sudah kembali kekas daerah menjadi Silpa, nanti akan dibayarkan lagi di anggaran perubahan. “

Mereka tidak dibayar dulu, nanti ketika pekerjaan selesai dan itupun di anggaran perubahan. TPAD sudah menggarkan kembali sisanya tersebut,” pungkasnya. (bal)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *