Penyakit Parkinson : “Kita Peduli, Mereka Bangkit Dan Bertahan Hidup”

Oleh : Inge Angelia Sigit, dr., Sp.S
Dokter Spesialis Saraf RS Betha Medika

Pernah merasakan jalan berdua ke kantor bersama orang tua? Ya, saya pernah. Hampir 4 tahun, saya dan ibu saya berangkat sama-sama dari rumah menuju jalan besar, sebelum akhirnya berpisah naik angkutan umum menuju tempat kerja masing-masing, karena rumah orang tua berada di gang kecil. Selama itu pula, saya tahu persis, kondisi fisik ibu saya saat itu. Pun ketika terjadi perubahan, ada sesuatu yang berbeda, saya juga sangat menyadarinya…

Bacaan Lainnya

“Ma, kenapa tangan kiri mama ditekuk terus?

Sakit enggak, Ma?

Kok, kaku sekali?

Kok, gemetar begitu?

” Pertanyaan itu selalu saya ulang-ulang, dan Mama selalu menjawab dengan santai: “Enggak, ini kebiasaan bawa tas…”. Padahal saya tahu betul, beliau selalu membawa tasnya di tangan kanan. “Ma…. Kita periksa dulu yuk, ke dokter saraf, ini sepertinya gejala Parkinson..”.

Saat itu beliau mengelak dan tidak mau diajak berobat, dan tetap dengan pendiriannya, bahwa beliau baik-baik saja. Kondisi ibu saya lah, yang menjadi salah satu alasan saya sekolah lagi, mengambil Program Dokter Spesialis Saraf.

Ya, ini adalah kisah nyata, yang saya alami sendiri. Pada umumnya, penderita Parkinson tahap awal, tidak menyadari gejala yang timbul pada dirinya. Sebaliknya, orang – orang terdekatlah yang pertama mengetahuinya dan memberitahukan kepadanya.

Parkinson sebagai penyakit degenerasi otak kedua setelah Alzheimer (Pikun), memiliki berbagai macam gejala klinis, dan sering disingkat menjadi TRAP (Tremor, Rigiditas, Akinesia, dan Postural Imbalance. Peyakit ini disebabkan adanya penurunan jumlah dopamin di dalam otak yang berperan dalam mengendalikan gerakan.

Penyakit ini terjadi pada 1% populasi di atas usia 60 tahun. Adapula yang mengatakan 16-19 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Rasio laki-laki : wanita adalah 3:2. WHO sendiri memperkirakan prevalensi penyakit ini mulai dari 18 kasus per 100.000 penduduk (Shanghai, China) sampai 328 kasus per 100.000 penduduk (India). Tentunya, semakin tinggi angka harapan hidup manusia, jumlah penderita pun akan semakin meningkat.

Tremor (gerakan gemetar anggota tubuh, tidak terkendali dan berulang) biasanya saat istirahat, fase awal biasanya satu anggota gerak tubuh atau sesisi tubuh, dan gejala yang paling sering terjadi serta paling mudah dikenali.

Rigiditas adalah keraguan dalam memulai gerakan (biasanya saat akan melangkah, penderita seperti yang tertegun sejenak, perlu waktu untuk memulainya), atau cara berdiri yang sangat kaku.

Akinesia / Bradikinesia bisa timbul dalam bentuk kesulitan memulai gerakan seperti bangun dari duduk, mengancingkan baju, bicara menjadi semakin halus dan artikulasinya menjadi tidak jelas, berkurangnya ayunan tangan, kesulitan dalam berbelok, atau berkurangnya kedipan mata dan ekspresi wajah ( wajah topeng).

Postural imbalance, ketidakseimbangan postural, terjadi pada tahap lanjut dan seringkali menyebabkan jatuh pada pasien.

Disamping beberapa tanda di atas, ada beberapa gejala klinis nonmotorik yang sering terlewatkan.

Yaitu gangguan otonom (mual, sulit buang air besar, air liur menetes, keringat berlebihan, sering buang air kecil), gangguan tidur (cepat ngantuk di siang hari, sulit tidur, gelisah saat tidur), gangguan neuropsikiatri (gangguan kognitif, gangguan mood, apatis, psikosis / sering curiga, halusinasi, gangguan kompulsif – impulsif), gangguan sensoris dan gejala gangguan penciuman, penglihatan, pendengaran, nyeri, dan merasa lelah terus menerus. Ternyata begitu banyak gejala yang bisa timbul pada penyakit ini, dan sayangnya, sering tidak disadari bahkan oleh seorang klinisi sekalipun, sehingga banyak pasien berobat dalam kondisi lanjut.

Apa yang bisa kita lakukan?

Jika kita mengenali adanya gejala-gejala tersebut pada orang terdekat kita, apakah itu keluarga, teman, ataupun individu yang berada di sekitar kita, sebaiknya langsung dianjurkan untuk berobat ke dokter spesialis saraf.

Semakin dini terdiagnosis dan diobati, kemungkinan perbaikannya akan semakin besar. Biasanya seorang dokter spesialis saraf akan melakukan pemeriksaan tertentu, untuk mengkonfirmasi klinis dan gejala yang timbul.

Mulai dari gerakan tubuhnya, cara bicara, cara berjalan, tes keseimbangan, sampai dengan fungsi kognisinya. Kriteria Diagnosis yang dipakai biasanya sesuai dengan United Kingdom Parkinson’s Disease Society Brain Bank dan klasifikasi Hoehn and Yahr. Pemeriksaan lanjutan yang mungkin diperlukan mulai dari MRI, PET dan SPECT, sampai USG Transkranial.

Dampak penyakit ini sangat besar, meliputi gangguan kondisi fisik, psikologis dan sosial penderita. Sehingga dalam mengobatinya pun, harus mencakup beberapa aspek tersebut. Kualitas hidup penderita dan keluarganya harus ditingkatkan semaksimal mungkin.

Pengobatannya sendiri meliputi farmakologi dan nonfarmakologis yang dilakukan secara menyeluruh dan multidisipliner, dipimpin oleh dokter ahli saraf, bersama psikiater, ahli geriatri, dokter rehabilitasi medis, dan perawat berpengalaman.

Dukungan keluarga pun tidak kalah pentingnya, dalam kesembuhan pasien. Obat-obatan yang digunakan adalah berjangka panjang, sehingga kepatuhan pasien dalam meminum obat sangatlah diperlukan.

Dengan adanya efek samping obat dan variasi respon obat tiap individu,, mengharuskan pasien berobat secara teratur.

Tidak ada pencegahan khusus untuk penyakit ini, walaupun ada studi yang menyatakan paparan pestisida, trauma kepala, resiko genetik, merokok, sedikit berperan pada kasus ini. Namun yang pasti, Perilaku Hidup Sehat harus sudah mulai dijalankan sedini mungkin. Dan jika sudah terdapat gejala untuk segera diobati dengan mendapat dukungan penuh dari keluarga.

Ibu saya, penderita Parkinson sejak tahun 2004, telah mengkonsumsi obat selama belasan tahun, dengan dukungan penuh dari keluarga dan lingkungan sekitarnya, Alhamdulillah masih beraktifitas sampai sekarang dan selalu ingin mandiri.

Di usia hampir mendekati 70 tahun, dengan jiwa sosialnya yang tinggi, beliau selalu bersemangat dalam mengisi hari-hari kehidupannya. Namun, beliau juga tahu batasannya, ketika ada yang dirasakan berbeda, beliau selalu mengontak saya, dan Alhamdulillah berkat dukungan orang-orang di sekitar kami, keluarga besar-asisten-tetangga-perawat, sejauh ini setiap masalah yang timbul dapat teratasi.

Semangat!

Jika kita Peduli, penderita Parkinson akan hidup dengan kualitas yang lebih baik.

Semoga Bermanfaat, Jangan lupa share Artikel ini keteman dan saudara yaa… Salam Semakin Sehat Dari Kami, Keluarga Besar RS Betha Medika. (*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *