Selama Kawasan Puncak Masih Gundul, Niscaya Banjir Bandang Terulang Lagi

Banjir bandang di kawasna puncak. Foto: dok/istimewa

PUNCAK, RADARSUKABUMI.com – Kebencanaan dan Perubahan Iklim (MKPI) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Amien Widodo mengungkapkan penyebab banjir bandang di Puncak, Kabupaten Bogor pada 20 Januari 2021 kemarin karena hutan ditebang jadi pemukiman.

Banjir bandang di kawasan tidak lepas terus berkurangnya hutan lebat yang ada di wilayah pegunungan, karena beralih menjadi pemukiman. Keberadaan hutan asli di pegunungan sangat memengaruhi tata iklim, tata air, dan tata angin.

Bacaan Lainnya

Energi dari air hujan yang jatuh akan dapat ditahan kanopi hutan dan masuk lewat serasah hingga meresap ke tanah. Air suplai ini akan memberi asupan pada ekosistem, baik kepada makroorganisme maupun mikroorganisme. Sehingga, dapat terwujud variasi sumber daya hayati di sana.

“Tetumbuhan inilah yang kemudian menjaga stabilitas tanah dengan sistem perakarannya. Tanpa bantuan akar serabut yang menahan struktur tanah, dan tanpa akar tunjang yang menjadi angker (paku) di dalam tanah, banjir yang mungkin semula kecil dapat berubah menjadi bencana banjir bandang,” kata dia, Kamis (4/2/2021).

Amien melanjutkan, banjir yang menerjang Bogor dan menyebabkan 900 warga diungsikan itu bukan sekadar banjir air, melainkan banjir yang diikuti lumpur dan ranting-ranting pohon.

Itu terjadi akibat tidak adanya sistem perakaran yang menahan tanah, sehinggadaerah lereng pun menhalami erosi.

“Di luar air yang terserap, air hujan akan mengalir di permukaan. Jika air mengalir ke arah sungai, sedangkan tanah dalam kondisi mudah tererosi, maka sungai akan mengalami pendangkalan. Akibatnya, lumpur dari dasaran sungai lama-kelamaan akan ikut mengalir bersama air dan lapisan yang tererosi lainnya,” ujar Amien.

Amien mengatakan, banjir bandang di Indonesia sejak 2002 hampir setiap tahun terjadi dan menyebabkan banyak kerugian. Dari tahun ke tahun, kata dosen Departemen Teknik Geofisika ITS ini, manusia semakin bertambah banyak dan merambah kawasan yang semestinya tidak boleh dihuni.

“Peralihan fungsi hutan asli di pegunungan, yang semula hutan kini merupakan kawasan wisata dengan sejumlah hotel, permukiman, dan perkebunan. Hal itu bisa menjadikan tanah gunung terancam tidak terlindungi serta menjadikannya tidak stabil,” kata Amien.

Karena itu, kata Amien, peran pemerintah sangat dibutuhkan sebagai upaya pengembalian fungsi kawasan puncak gunung. Dari kacamatanya, kawasan pegunungan saat ini sudah beralih fungsi secara masif, sistemik, dan terstruktur.

“Saya sangat menyayangkan kawasan hutan lindung dan daerah resapan air sekarang semakin menciut,” ujarnya.

Dia berharap pemerintah di daerah rawan bencana, khususnya bencana banjir dan longsor, dapat mempertegas aturan terkait penggunaan lahan di daerah yang semestinya merupakan bagian dari hutan asli.

Selama bagian puncak gunung tidak berhutan alias gundul, kata dia, banjir bandang akan menjadi musibah yang tidak bisa terelakkan. (PS/izo)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *