Kisah Para Nelayan Pandeglang yang Selamat dari Tsunami (1)

Kamis hingga Sabtu sore itu mereka nyaris tak mengalami kendala apa pun. Cuaca cukup bersahabat. Bulan pun terang. Meski kadang hujan agak lebat. Sabtu sekitar pukul 17.30, kapal Baru Jaya memulai menebar jaring lagi. Menyisir lokasi yang diperkirakan ada kerumunan ikan. ”Hari-hari seperti ini yang sedang musim banyak ikan. Biasanya dapat 2 kuintal udah bagus. Ini dapat 4 kuintal,” tutur dia.

Tebar jaring itu baru selesai sekitar pukul 20.30. Sedangkan rekan-rekannya di lima kapal berbeda sudah menepi ke dekat pantai. Biasanya nelayan memang bersandar dengan berkelompok, bisa lima atau enam perahu. Itu dilakukan untuk menghindari ombak besar saat malam.

Bacaan Lainnya

Baru selesai menebar jaring dan hendak bergabung dengan rekan-rekannya itu, Rasyim mendengar suara bergemuruh. Seperti suara kapal besar yang datang. Tapi, kelihatan bak kabut putih dari kejauhan. Dengan berbekal senter laser merah, dia pastikan apa gerangan yang datang tiba-tiba itu.

Dia pun menembakkan sinar laser itu ke arah datangnya suara tersebut. ”Kalau (sinar laser) mantul itu kapal. Kalau tembus itu air,” kata Rasyim. Dia terlihat masih ingat betul detail malam mencekam tersebut. Benar. Sinar laser itu tembus.

Rasyim sebagai nakhoda yang berpengalaman hampir 15 tahun melaut itu sangat tahu apa yang harus dilakukan. Tapi, ini bukan ombak biasa. Ini ombak yang begitu tinggi. ”Dari jauh tinggi sekali. Sudah ada yang mecah, tapi masih ada yang bergulung-gulung,” ujar dia.

Dia pun lantas memutar haluan kapal. Dia menyadari bahwa memaksakan diri mendekati daratan justru nahas akan menimpa. Jalan satu-satunya adalah menghadapi sekaligus menaklukkan gelombang itu. Dia percaya kapal Baru Jaya mampu mengatasi.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *