David Surya Endra Suparjo, Owner Parjo Project

Hobi mengoleksi leather goods memudahkan David Surya Endra Suparjo untuk menjalankan bisnis Parjo Project. Dia menikmati setiap proses. Termasuk saat menjadi korban penipuan.

PARJO Project terlahir dari hobi David mengoleksi berbagai barang berbahan baku kulit asli. Sebut saja sepatu, tas, dan aksesori lainnya. Pengetahuannya tentang produk-produk itu mendorong David untuk berani memproduksi sendiri pada akhir 2017.

Bacaan Lainnya

Pertimbangan pria kelahiran Jombang itu sederhana. Punya produk sendiri jauh lebih hemat daripada membeli di tempat lain.

Desainnya juga bisa dilakukan sesuai dengan selera sendiri. ’’Selain itu, penggunaan bahan kulit asli untuk produk seperti tas dan dompet masih terus diminati orang,’’ tuturnya.

David sangat mengunggulkan bahan kulit asli dalam bisnisnya. Jenis kulit yang dipakai Parjo Project bervariasi. Mulai kulit sapi, kambing, domba, ular piton, ular sanca, hingga biawak. Khusus kulit sapi, David lebih suka menggunakan kulit sapi jawa.

Bahannya dinilai lebih bagus, tebal, dan besar. Suplai bahan baku tersebut datang dari pabrik di berbagai daerah dalam bentuk sudah jadi. Bahan kulit sapi dan kambing biasanya diperoleh dari daerah Magetan, Pasuruan, Pandaan, serta Probolinggo. ’’Kalau kulit domba, biasanya ambil dari Garut,’’ ujar pria 30 tahun tersebut.

Sementara itu, supplier kulit ular dan biawak berasal dari Mojokerto dan Jakarta. Lulusan Universitas Kristen Petra Surabaya itu lantas mengolahnya menjadi bermacam-macam produk. Mulai tas, dompet, clutch, card holder, sampai gantungan kunci. Banderol harganya berada dikisaran Rp400 ribu–Rp4 juta, bergantung bahan dan kesulitan pembuatan.

Yang paling mahal adalah tas berbahan kulit ular dan biawak. Jumlah dalam sekali produksi tidak tentu. David menyesuaikan dengan permintaan konsumen. Dia tidak memproduksi dalam jumlah banyak sekaligus karena pembuatan produk Parjo Project adalah handmade. Meskipun, ada bantuan mesin untuk memproduksi tas-tas ukuran besar.

Sebagian besar penjualan Parjo Project saat ini tidak didominasi ritel. Parjo Project melayani pesanan-pesanan dari perusahaan serta suvenir pernikahan. Dalam sebulan rata-rata meng-handle dua perusahaan. ’’Biasanya mereka order 4 ribu gantungan kunci dalam sekali pemesanan, 150 tas, dan lain sebagainya. Minimal pemesanan 50 pcs,’’ ujar lulusan jurusan arsitek itu.

Produk yang menjadi incaran pelanggan Parjo Project saat ini adalah tas dan clutch dari kulit sapi. Harganya lebih terjangkau. Sebagian besar peminatnya adalah pelanggan laki-laki. Itu sesuai dengan target market yang mengincar anak muda. Style yang diaplikasikan David ke Parjo Project lebih ke arah gaya Jepang dan bermodel simpel.

Sejak April 2018, David memiliki offline store di Surabaya sebagai media pemasaran. Dia juga memanfaatkan kanal online seperti website, Instagram, dan marketplace Tokopedia. Ka rena itu, pelanggan Parjo Project tersebar di berbagai wilayah Indonesia. ’’Untuk lebih menggenjot penjualan, tiap minggu kami rutin ikut pameran,’’ jelasnya.

Pameran memang menjadi salah satu andalan dalam pemasaran produk Parjo Project. Apa bila dirata-rata, dalam sekali pameran

David bisa menjual sekitar 40 unit. Meski begitu, David pernah punya pengalaman pahit terkait dengan pameran. September

lalu David ditipu penyelenggara sebuah pameran. Dia pun rugi Rp5 juta–Rp6 juta. Ayah satu anak itu menceritakan, suatu ketika dirinya dihubungi sebuah event organizer (EO) untuk mengikuti bazar di salah satu mal Surabaya. David percaya dan berminat mengikutinya. Namun, setelah mem bayar biaya untuk bazar, EO tersebut menghilang. Uangnya pun tidak kembali.

’’Ta pi, saya tidak putus asa dan tetap melangkah. Itu semua dijadikan pelajaran,’’ tegasnya. Saat ini target utama David adalah mengembangkan brand value Parjo Project. ’’Kami ingin menunjukkan bahwa Surabaya juga bisa bikin tas yang bagus,’’
lanjutnya. (Charina Marietasari/c19/fal)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *