Subsidi Solar Ditambah

ILUSTRASI: Komisi VII DPR mengusulkan penambahan subsidi solar, mengantisipasi kemungkinan naiknya harga minyak dunia pada 2020.

JAKARTA, RADARSUKABUMI.com – Sejumlah asumsi makro dalam RAPBN 2020 untuk sektor energi bakal direvisi. Misalnya, kuota elpiji 3 kg dan subsidi solar. Dalam Nota Keuangan 2020, subsidi solar ditetapkan Rp1.000 per liter. Namun, dalam rapat kerja antara Komisi VII dan Kementerian ESDM, subsidi solar diusulkan Rp1.500 per liter.

Salah satu kekhawatiran Komisi VII, jika subsidi solar hanya Rp1.000 per liter, ada kenaikan harga tahun depan. Saat ini harga solar dipatok Rp5.150 per liter dan tidak naik sejak April 2015.

Bacaan Lainnya

Menteri ESDM Ignasius Jonan menyatakan, jika subsidi solar Rp1.000 per liter, harga berpotensi naik menjadi Rp6.000-an per liter.

“Atau (naik, Red) Rp1.000 per liter menjadi Rp6.150 per liter. Kalau ditambah pajak bisa Rp7.000 per liter. Bergantung (harga minyak), kita tidak bisa tahu per Januari 2020 harga minyak berapa,” paparnya.

Dia menambahkan, subsidi solar Rp1.000 per liter akan cukup apabila harga minyak tahun depan di bawah USD 55 per barel. Jika subsidi solar ditetapkan menjadi Rp1.500 per liter, harganya masih bisa ditekan untuk tidak naik karena ada penurunan asumsi Indonesian crude price (ICP) tahun depan.

Pada APBN 2019, subsidi solar ditetapkan Rp2.000 per liter dengan asumsi ICP USD 70 per barel. Pada tahun depan, asumsi ICP diusulkan turun menjadi USD 58-USD 63 per barel. Kuota subsidi solar pada 2020 diusulkan 15,31 juta kilo liter.

“Kalau subsidi berkurang Rp500 per liter menjadi Rp1.000 per liter, penghematan ke negara Rp7,5 triliun,” ungkapnya.

Sementara itu, asumsi-asumsi lain di luar sektor energi masih tetap sama. Di antaranya, pertumbuhan ekonomi 5,3 persen, inflasi berkisar 3,1 persen, nilai tukar rupiah Rp14.400 per USD, dan suku bunga surat perbendaharaan negara (SPN) 3 bulan 5,4 persen.

Target pembangunan, antara lain, tingkat kemiskinan 8,5 persen-9 persen, tingkat pengangguran terbuka 4,8 persen-5,1 persen, gini ratio 0,375-0,380, serta indeks pembangunan manusia (IPM) sebesar 72,51.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan, asumsi dan penghitungan RAPBN selalu disesuaikan dengan risiko. Saat ini downside risk tengah dirasakan Indonesia dan berbagai negara di dunia karena ancaman resesi ekonomi di Amerika Serikat (AS).

Pertumbuhan arus perdagangan internasional diperkirakan melambat dari 4 persen tahun lalu menjadi 2 persen tahun ini hingga tahun depan. Hal itu terjadi seiring adanya perang dagang antara AS dan Tiongkok.“Kami tentu mewaspadai keluar-masuk aliran dana ke dalam negeri. Tetapi, pascapemilu sampai saat ini, kami masih merasakan capital inflow,” ujarnya.

 

(vir/rin/c5/oki)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *