Walhi: Penambang Ilegal Seperti Dibiarkan

SUKABUMI – Pertambangan tanpa izin (Peti) atau tambang ilegal sepertinya tumbuh subur di Jawa Barat tak terkecuali di Kabupaten Sukabumi. Dari data yang dimiliki Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat (Jabar), setiap tahunnya aktivitas tambang ilegal terus meningkat.

Misalnya saja pada 2017 lalu, terdapat 417 peti yang tersebar di berbagai kota dan kabupaten di Jabar. Jumlah tersebut meningkat pada 2018 dimana terdapat 600 perusahaan penambang illegal yang beraktivitas.

Bacaan Lainnya

“Informasi dari ESDM Pemprov Jabar, pada 2017 ada 417 dan 2018 terdapat 600 penambang ilegal. Tentu jika melihat data yang ada Peti di Jabar ini terus mengalami peningkatan,” ungkap Manajer Advokasi dan Kampanye Walhi Jabar, Wahyudin Iwank kepada Radar Sukabumi, Minggu (9/2).

Maraknya penambang illegal ini, tentunya karena potensi Sumber Daya Alam (SDA) diwailayah Jabar sangat melimpah. Kurang lebih ada 35 jenis potensi yang bisa di tambang. Seperti, perak, emas, galena, batu gaming, pasir besi, mangan, tembaga, andesit, batubara, bijih besi, kapur, marmer, pasir kwarsa dan lainnya.

“Potensi ini tersebar di Sukabumi, Bogor, Cianjur, Bangdung Barat, Kabaten Bandung, Garut, Ciamis, Indramayu, Subang, Tasik, Pangandaran dan beberapa kabupaten lainnya,” ujarnya.

Pada 2019 lalu, sambung Iwank, semakin marak perusahaan penambang liar di Jawa Barat. Menurut Dinas ESDM Jabar, akan menindak tegas bagi penambang illegal yang masih beraktivitas.

“Namun nyatanya, hingga saat ini perusahaan tambang masih saja dibiarkan beroperasi. Salah satu contongnya di Sukabumi, Bogor, Cianjur, Bandung Barat dan Kabupaten Bandung yang semakin tahun semakin menjamur aktivitas menambangnya,” imbuhnya.

Menurutnya, selain penambang liar yang marak, saat ini perizinan pertambangan pun sangat tinggi dikeluarkan oleh Pemerintah Jabar.

Hal itu, mengacu kepada Peraturan Presiden nomor 91 tahun 2017 Tentang Percepatan Pelaksanaan Berusaha yang mana sistem permohonan perijinannya bisa melalui proses online atau Online Single Submision (OSS).

“Jabar sudah menjalankan intruksi dari peraturannya mulai sejak tahun 2018, hal ini tidak sebanding lurus dengan upaya tindakan bagi penambang ilegal yang marak higga saat ini,” ungkapnya.

Dalam OSS tersebut, sambung Iwank, membolehkan bagi siapa pun untuk melakukan penambangan dengan syarat memiliki Ijin Usaha Tambang (IUP) atau WIUP.

“Keberadaan system OSS, bagi pandangan kami bukan sesuatu upaya hal baik yang dilakukan pemerintah. Karena system tersebut sangat memudahkan bagi para pemohon ijin, hanya cukup menunggu 14 hari perijinan sudah bisa dikeluarkan oleh DPPTMPTST dan dokument lainnya seperti Andal dan UKL/UPL bisa menyusul,” ujarnya.

Iwank menganggap, keberadaan OSS ini tidak baik karena menghilangkan ruang partisipasi masyarakat terdampak atau bagi masyarakat pemerhati lingkungan.

“Tidak menggunakan sintem OSS saja sudah banyak pelanggaran dan tidak dijalankannya ruang-ruang partisipasi dan terbuka, apalgi dengan system seperti OSS ini maka ruang masyarakat untuk menyampaikan aspirasi dan keberataannya hilang terampas oleh peraturan tersebut,” cetusnya.

Tak heran, kerusakan lingkungan di Jawa Barat semakin tahun semakin tinggi yang mana hal ini bermuara dan berkontribusi terhadap terjadinya bencana alam.

“Dan penegakan bagi perusak lingkungan di bidang tambang semakin tidak terhindarkan, yang illegal di berantas ga jelas dan yang belum memilik IUP dimudahkan dengan adanya system baru pada peraturan presiden yang dikeluarkan pada tahun 2017 itu,” pungkasnya. (bam/d)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *