Terkait Aksi Tarung ala Gladiator Pelajar SMP, Dewan Merasa Kecolongan

Video aksi ala Mixed Martial Arts (MMA) pun sampai ketelinga Komisi Perlidungan Anak Indonesia (KPAI). Melalui Bidang Pendidikan, Retno Listyarti pihaknya mengaku miris sekaligus memberikan apresiasi kepada pihak Polres Sukabumi Kota.

“KPAI memberikan apresiasi kepada Satreksrim Polres Sukabumi Kota yang bertindak cepat untuk melakukan pengusutan, dengan memeriksa belasan siswa dari dua SMP yang diduga terlibat dalam duel ala gladiator di dalam video tersebut,” katanya.

Bacaan Lainnya

Namun, lanjut Retno, dalam melakukan pemerikasaan para siswa SMP tersebut, KPAI mengingatkan kepada pihak kepolisian untuk mempergunakan UU Perlindungan Anak dan UU Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).

“Video yang diduga dibuat pada 22 September 2017 tersebut, melibatkan satu SMP Negeri dan satu SMP swasta yang letaknya relative berdekatan,” imbuhnya.

Para pelaku tarung gladiator harus juga di lihat sebagai korban. Karena, anak-anak tersebut mengaku kepada pihak sekolah, selepas zuhur dijemput oleh alumni dan diajak ke suatu tempat. Sesampainya di sana, siswa ini disuruh berkelahi satu lawan satu katanya biar disebut jagoan.

“Anak-anak tersebut diduga dipaksa bukan atas kemauan sendiri. Kalau menolak, biasanya akan terus dijadwalkan ulang sampai yang bersangkutan tak lagi bisa menolak,” ujar Retno.

Menurutnya, dalam kasus gladiator yang terjadi di daerah Bogor juga melibatkan alumni. Bahkan, saat persitiwanya ditambah dengan siswa senior di kedua SMA swasta tersebut. Kasus tarung ala gladiator di Sukabumi kemungkinan juga melibatkan peran siswa senior di kedua SMP tersebut yang memang bertugas mengkader dan mencari calon petarung.

“KPAI tentu berhaharap agar polisi juga mengungkapkan para siswa senior dan alumni yang diduga terlibat dalam duel gladiator ini. Kepentingannya untuk memberikan efek jera sekaligus memutus mata rantai kekerasan yang terjadi,” bebernya.

Hasil pengungkapan kepolisian, akan menjadi dasar bagi pihak sekolah melakukan upaya-upaya pembenahaan dan mendorong terwujudnya Sekolah Ramah Anak (SRA). Sekolah harus mampu bersinergi dengan para orangtua siswa di sekolahnya untuk mewujudkan SRA dan memutus mata rantai kekerasan.

“Keterlibatan siswa senior dan alumni sebagai pelaku kekerasan dan pemaksaan untuk tarung gladiator, haruslah di selesaikan dengan sungguh-sungguh dan tuntas oleh pihak sekolah dengan melibatkan orangtua siswa dan Dinas Pendidikan setempat,” paparnya.

Orangtua, sekolah dan masyarakat harus memiliki persepsi yang sama tentang bahayanya bullying dan kekerasan dalam tumbuh kembang seorang anak. “Orangtua dan guru harus memiliki kepekaan ketika menemukan anak-anak korban bullying yang biasanya tampak murung, prestasi belajarnya menurun dan tidak percaya diri.

Masyarakat juga jangan bersikap cuek atau tidak peduli ketika menyaksikan kekerasan yang melibatkan anak-anak. Untuk itu, diperlukan peran semua pihak untuk menciptakan sekolah yang aman dan nyaman bagi anak didik,” pungkasnya. (cr11/cr13/e)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *