PALABUHANRATU – Ratusan orang perwakilan warga di kawasan kampung wisata Desa Citepus, Kecamatan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi yang tergabung dalam berbagai ormas dan okp lakukan aksi damai di depan gedung pendopo Palabuhanratu jalan Siliwangi no 10.
Kedatangan ratusan orang perwakilan warga di kawasan kampung wisata Desa Citepus dalam upaya menyampaikan aspirasinya terkait penataan yang akan dilaksanakan pemerintah di kawasan kampung wisata.
Hari Hermawan wakil kordinator aksi mengatakan, kedatangan perwakilan masyarakat kampung wisata desa Citepus sebagai upaya mencari keadilan atau manusiaskan manusia dari adanya statemen kepala DLH bahwa dalam penataan nantinya tidak ada ganti rugi.
“Nah yang tidak manusiawi itu, kalau tempat yang layak kita juga gak tahu dimana tempat tinggal yang layaknya, dimana tempat usaha yang layaknya, ini udah gerakan jilid ke III, sampai kapanpun kita akan terus melakukan aksi, jika meraka (pemerintah – red) tidak ada tindak lanjut,” ujarnya.
“Kita akan terus seperti ini, karena ini menyangkut hajat hidup orang banyak, bukan saya saja tapi disana ada banyak keluarga yang punya anak cucu yang sudah 30 tahun, gak punya rumah, mau diusir begitu saja kan gak logis, gak masuk diakal dan tidak punya hati nurani,” imbuhnya.
Padahal, kata Hari .asyarakat sendiri tidak menolak adamya penggusuran, namun meminta adanya ganti rugi, bahkan sempat tersiar kabar akan kerohiman yang ditawarkan pemerintah yang dilontarkan oknum dari ASN yang mengatakan ada kerohiman sekitar Rp 10jutaan.
“Nah ini lagi ditelusuri dia jabatannya seperti apa, itu dari informan kita, tetapi kepala dinas menyatakan tidak ada yang namanya dana kerohiman, kan gini mereka tidak mengeluarkan dana kerohiman, itu yang mengeluarkan investor,” jelasnya.
“Nah investor ini, mau gak mengeluarkan dana, kalau gak mau kenapa tidak pemerintah saja yang tmengeluarkan dana kerohiman, mereka kan bapak kita, sedangkan kita disana, kalau mau tahu disana setor parkiran puluhan juta setahun 3 kali, ke BKSDA, artinya ada kontribusi,” sambungnya.
Hari menegaskan, telah melakukan kordinasi dengan perangkat hukum yang faham terkait hal itu, dan menyatakan tidak ada yang namanya harus setor ke DLH.
“Namun mereka menampis, itu setor ke kas daerah, nah parkiran itu ketika ramai dipinggir pantai itu sampai puluhan juta, nah makanya kalau mereka ini alasan mereka retribusi atau PAD, itukan sudah ada PAD,” tegasnya.
Adapun warga, kata Hari lagi dinyatakan menempati lokasi kampung kawasan wisata desa Citepus merupakan tindakan ilegal, seharusnya dari sejak awal dilokasi tersebut dipasangi plang larangan mendirikan bangunan tegak, tidak boleh ditinggali oleh masyarakat, sementara masyarakat sendiri sudah puluhan tahun di lokasi terebut.
“Inikan semacam alibi mereka (pemerintah- red) mengatakan itu ilegal, inikan punya negara, negara kalau tidak ada rakyat tidak akan ada negara, negara ini dipimpin oleh pemerintah tapi pemerintah yang seperti apa, kalau kita ada ditanah ilegal,” jelasnya.
“Contoh secara yuridis de facto harus ada sertifikat atau AJB ditanah negara ini, tanah itu sudah lama tidak dikelola oleh negara, wajar dong kalau rakyat mengelola, sama halnya dengan tanah HGU yang konon katanya pak Jokowi memberikan sertifikat prona, kita gak minta, kita gak ingin memiliki tapi usaha kita disana, tempat tinggal kita disana, pemda dan investor seolah olah semena mena, saya raya kalau tidak ada investor yang sudah dikontrak oleh DLH atau BKSDA Jabar itu kemungkinan tidak terjadi,” ucapnya.