Pemenang Pilkada Dilarang Adakan Konvoi

JAKARTA – Meski hasil resmi pilkada serentak 2020 belum diumumkan KPU, sudah banyak pasangan calon (paslon) yang menyampaikan klaim kemenangan berdasar hasil hitung cepat.

Di berbagai daerah aksi tersebut mulai menimbulkan ketegangan.

Di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, misalnya, terjadi aksi adu jotos antar pendukung saat salah satu paslon menggelar konvoi kemenangan. Kemudian, di Tasikmalaya, massa salah satu paslon menggeruduk kantor KPU setempat dan menolak hasil pilkada.

Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Akmal Malik Piliang meminta semua paslon bersikap dewasa dan dapat mengendalikan simpatisannya. Sebagai calon kepala daerah, sudah selayaknya mereka menggunakan cara-cara konstitusional.

Sejak awal paslon sudah paham bahwa pilkada hanya akan menghasilkan satu pasangan terpilih. Namun, jika dalam prosesnya merasa ada hal-hal yang tidak sesuai, yang bersangkutan dapat mengajukan sengketa hukum.

”Kepada pihak-pihak yang merasa tidak puas dengan hasil pilkada, bisa menyalurkan melalui jalur hukum,” kata Akmal di kantor Kemendagri, Jakarta, Jumat (11/12).

Sebagaimana ketentuan UU Pilkada, ada mekanisme sengketa perselisihan hasil pilkada (PHP) pasca pengumuman hasil rekapitulasi oleh KPU.

”Silakan nanti menyampaikan aspirasinya untuk diselesaikan melalui MK (Mahkamah Konstitusi, Red),” imbuhnya.

Hal senada disampaikan Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Abhan. Dia menegaskan, konstitusi memberikan hak bagi paslon untuk membuktikan melalui jalur hukum jika merasa ada kecurangan.

”Jangan kerahkan massa untuk menyatakan kekecewaan karena kalah bersaing dengan paslon lain,” tuturnya.

Alumnus Universitas Pekalongan itu menjelaskan, pengerahan massa memiliki banyak mudarat. Selain rentan benturan konflik, cara tersebut tidak relevan dengan situasi pandemi.

Mengingat dapat menimbulkan kerumunan dan memperbesar peluang terpapar Covid-19. ”Paslon harus bisa meredam pendukungnya. Jangan sampai terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,” ucap dia.

Sebaliknya, Abhan juga meminta paslon yang merasa menang tidak melakukan selebrasi berlebihan. Apalagi dengan mengumpulkan massa pendukung dan menggelar konvoi pesta arak-arakan.

Meski pemungutan suara sudah usai, Abhan mengingatkan bahwa tahapan masih berjalan dan wajib mematuhi protokol. ”Kita patuhi aturan protokol kesehatan yang sudah disepakati sebelumnya. Ini demi kebaikan bersama,” tuturnya.

Jubir Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito melarang pengerahan massa dalam bentuk apa pun di setiap tahapan pilkada. Dia mengatakan, sangat penting menjaga kondusivitas sampai pilkada selesai.

Apa pun bentuknya, Wiku menegaskan, pengerahan massa oleh paslon terpilih berdasar hasil hitung cepat tetap dilarang. Termasuk paslon yang kalah pun dilarang mengerahkan massa. Wiku mengingatkan, saat ini masih dalam masa pandemi Covid-19 yang berisiko tinggi terhadap penularan.

”Saya ingatkan masyarakat dan pasangan calon, dilarang melakukan kegiatan pengerahan massa untuk merayakan kemenangan setelah hasil hitung cepat keluar. Karena pilkada tahun ini berbeda dari tahun sebelumnya,” tegas dia.

Hal yang perlu diingat, imbuh Wiku, masih terdapat tahapan lain pasca coblosan. Sejumlah tahapan yang dimaksud antara lain rekapitulasi suara, penetapan pemenang oleh KPU, dan pelantikan paslon terpilih. ”Karena itu, saya meminta kepada masyarakat, penyelenggara pilkada serentak, dan juga pimpinan daerah untuk terus menjaga kondusivitas sampai seluruh rangkaian pilkada tuntas,” tandasnya.

Hal serupa diserukan Ketua Umum PB NU KH Said Aqil Siroj. Dia meminta masyarakat tidak melakukan konvoi, arak-arakan, dan pesta kemenangan yang melibatkan banyak orang. ”Mari tetap menjaga situasi, tidak gaduh, dan menghormati hasil pilkada yang masih dalam proses penghitungan oleh KPU,” ujarnya.

Terpisah, pilkada serentak tahun ini tidak terlepas dari beragam dugaan pelanggaran yang melibatkan banyak pihak. Kejaksaan Agung (Kejagung) termasuk salah satu instansi penegak hukum yang aktif menindak pelanggaran pilkada. Berdasar data yang dikumpulkan Kejagung, terdapat 94 perkara yang diproses Korps Adhyaksa itu. ”Kami memproses 94 perkara dari 26 kejaksaan tinggi,” ungkap Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak kemarin. (far/syn/tau/c9/oni)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *