Journalis Journey Solidarity Overland Trip 3, Perjalanan Melawan Hawa Dingin Perbatasan Sukabumi-Bogor (1)

Tim Journalis Journey Solidarity
Tim Journalis Journey Solidarity (JJS) Overland saat memperbaiki kendaraan yang mengalami kendala setelah menerja track ekstrim.

Geber Hutan Gunung Halimun Sembari Wakaf Kitab Suci Alqur’an

Perjalanan Journalis Journey Solidarity (JJS) Overland sudah masuk trip ketiga. Karena alasan tertentu, penulis memang tidak mencatat cerita perjalanan JJS trip 2 menuju Kasepuhan Ciptagelar sebulan lalu. Namun, tak apa. Di trip 3 ini, JJS akan mengajak serunya menyapu rute hutan berpohon rapat yang masuk konsensi Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS).

VEGA SUKMA YUDHA, Sukabumi

Bacaan Lainnya

KOPI Hitam dan satu sisir pisang raja sudah habis dilumat pagi hari itu sebagai bekal sarapan. Tiga kendaraan awak JJS Overland sudah terparkir rapi di halaman Graha Pena Radar Sukabumi, Jalan Salabintana yang menjadi titik awal keberangkatan.

Sang Road Captain (RC), Rizki Gustana memastikan semua peralatan ‘tempur’ dan perbekalan logistik lengkap dan tertata di kendaraan kami. Sabtu akhir pekan lalu, rute yang akan ditempuh memang tidak sebegitu ekstrim seperti JJS trip 1 yang membuat CP joint as mobil saya patah.

Perjalanan yang sudah jauh hari ditentukan adalah menembus perbatasan Sukabumi-Bogor via hutan Gunung Halimun.

Tepat pukul 10.00 WIB kami memulai perjalanan. Chevrolet Tropper milik sang kapten memimpin di depan disusul Katana 4×4 besutan Panji Setiaji (Net tv) dan Nissan Frontier yang saya tumpangi bersama dua crew, Darwin ‘Entis’ Sandy (JP News) dan Herland Heryadie (Pikiran Rakyat). Di perjalanan, satu kendaraan Toyota Hilux milik penggagas aplikasi sampah jadi uang Pointtrash, ikut sebagai rombongan. Di sini, Rangga Harya Wirabumi jauh hari berkeinginan menjajal overland bersama rekan-rekan media.

JJS trip 3 memulai perjalanan offroad santainya dari Desa Cipeuteuy Kecamatan Kabandungan. Wilayah kaya sumber panas bumi itu, merupakan perbatasan Kabupaten Sukabumi-Bogor sebelah barat daya. Masyarakat di sana kebanyakan berprofesi sebagai petani palawija.

Kebun sayur-sayuran menemani perjalanan kami selepas makan siang. Akses jalan yang dilintasi sebetulnya tidak bagus-bagus amat. Cocok lah sebagai pemanasan awal. Di sebuah musala yang masuk Kampung Leuwigajah Cipeuteuy kami menepi. Semua crew memilih shalat dhuhur dan beristirahat sejenak menikmati aliran sungai bersih dari atas Gunung Halimun.

Di kesempatan ini, kami tidak membawa tangan kosong selain perbekalan dan logistik. Bekerja sama dengan Jabar Quick Respon, kami mendistribusikan Alqur’an dari Badan Wakaf Alqur’an sebagai syi’ar untuk majelis taklim dan musala di wilayah pelosok. Sejumlah pengurus musala yang kami temui di sepanjang jalan sampai Kampung Cisalimar sangat antusias.

Tim Radar Sukabumi
Tim Radar Sukabumi saat menyerahkan bantuan Alqur’an kepada warga.

Kebetulan setelah saya cek ke dalam, beberapa mushaf alqur’an ada yang memang harus diganti dan masih dirasa kurang. “Semoga ini menjadi ladang pahala bagi kita semua. Memang, kebututuhan untuk anak-anak ngaji masih kirang seueur Kang,” kata Huri, pengurus musala yang kami temui waktu itu.

Setengah jam berlalu melewati jalan sempit di badan sungai dan perkebunan warga di Kabandungan, plang selamat datang di wilayah TNGHS menyambut kami bersama hujan rintik-rintik yang mengguyur. Kami memang sengaja memotong rute menuju Kedusunan Nirmala, Bogor.

Jika ditracking di aplikasi google maps, perjalanan menuju wilayah di atas punggung Halimun itu diarahkan via Cianten. Namun, itu lebih jauh dan memutar. Di pertigaan Cipeuteuy, kendaraan kami memilih jalur lurus ketimbang belok kanan menuju Bogor.

Hujan sore itu bukannya mereda. Di dalam mobil, sang kapten yang di dalamnya ditemani co driver ‘Itoy’ Fikri (trans7) dan Wilda Topan (MNC) mengintruksikan agar fitur 4×4 kami fungsikan. Umumnya perjalanan ini didominasi trek batu. Tidak seberapa menantang memang.

Tapi, karena disapu air dan konturnya tidak rata, konsentrasi semua driver diharuskan tetap fokus. Saya begitu menikmati perjalanan ini. Hujan deras di tengah hutan hujan tropis di kala sore memberi sensasi lain. Di beberapa obstacle, manuver belok harus diseimbangkan dengan dimensi panjang mobil. Maklum, belokan sempit di beberapa titik bisa menyebabkan roda ban terperosok kalau salah perhitungan.

Sampai beberapa menit berlalu, empat kendaraan kami terpaksa harus berjalan amat pelan. Musababnya, di depan sebuah kendaraan double cabin pengangkut sepeda berjalan hati-hati. Tak bisa sembarangan menyalip. Maklum jalan di sana hanya pas untuk satu kendaraan. Perlu ruang kosong yang ada di beberapa titik untuk meminta kesempatan mendahului.

Sejauh ini, tak ada kendala apapun di tiap-tiap kendaraan. Bentangan jalan di hutan itu lumayan panjang. Kurang lebih 7 sampai 8 kilometer. Tantangan trek nya pun jauh berbeda saat JJS 2 lalu. Masih menyapu hutan di konsensi yang sama, namun di JJS sebelumnya menuju Kasepuhan Ciptagelar, kontur jalannya adalah menanjak dan menurun. Itupun sangat curam.

Hujan deras mulai mereda. Berganti halimun kabut yang menyapu, tercium aroma khas hutan saat semua kaca mobil dibuka. Suara burung hutan mulai terdengar bersahutan meski jarak pandang seketika menjadi menipis. Lampu kabut menjadi solusi agar kami bisa lebih berhati-hati.

Tenaga 4×4 memang luar biasa. Jika hilang konsentrasi dan lalai memainkan tuas gigi, salah-salah kita bisa menyeruduk kendaraan di depan karena torsi dan tenaga kendaraan bertambah kuat. Di beberapa spot, kubangan air di badan jalan harus ekstra dilalui. Sebab, tingkat kemiringan dan kedalaman permukaannya berbeda-beda.

Jalur ini sebetulnya merupakan jalan utama warga Kadusunan Nirmala menuju Sukabumi. Mereka umumnya berbelanja untuk kebutuhan sehari-hari ke Pasar Parungkuda atau Cibadak. Hanya saja, sekali belanja mereka tidak pernah tanggung. Karena jauhnya, bisa seperti belanja orang yang hendak hajatan. Hehehehe

Perbatasan hutan dengan wilayah yang masuk Desa Malasari Kecamatan Nanggung Bogor itu mulai terlihat. Tandanya, jika sudah masuk kawasan penelitian Cikaniki dan perkebunan teh milik PT Sumi Asih. Keluar dari hutan, rombongan dibuat takjub. Bentangan kebun teh berpadu kabut tipis menambah suasana ini sulit untuk dilupakan. Momen selfie tak mau kami lewatkan begitu saja.

Uppsss…puas berfoto masalah malah datang. Ban kiri belakang kendaraan sang RC harus dioperasi karena mendadak kempis. Sebagian peralatan seperti dongkrak dan kunci roda kami kerahkan untuk mengganti sementara dengan ban cadangan. Mendongkrak ban di permukaan jalan tak rata dan berbatu harus butuh perhitungan. Salah simpan sedikit, traksi dongkrak malah tidak bisa main mengangkat bobot kendaraan.

Hawa dingin mulai menusuk. Hujan kembali turun saat tiba di penghujung sore. Di Kampung Citalahab kami menepi tepat di sebuah musala yang 2017 tahun lalu sempat rusak karena gempa. Kami menuntaskan sebagian misi ini dengan sambutan ramah masyarakat punggung Pegunungan Halimun. Tentunya dengan secangkir kopi yang tak sempat kami sruputt habis. Kami terpaksa cepat memilih pamit untuk menentukan camp untuk istirahat di tengah lebatnya hujan dan dinginnya suasana, bbbbrrrrrrr. (*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *