SUKABUMI – Sebanyak dua orang warga Sukabumi diduga menjadi korban perdagangan orang atau Human Trafficking di Negara Laos.
Melalui Direct Massengger, Pria berinisial AL (28) warga Citamiang Kota Sukabumi ini menceritakan kronologis pemberangkatan nya pada Radar Sukabumi, Rabu (17/8).
Sebelumnya AL (28) dan rekannya GA (29) yang merupakan warga Cisaat Sukabumi ditawari pekerjaan oleh temannya yang berinisial G yang merupakan teman lamanya untuk bekerja ke Thailand. Karena tergiur dengan gaji yang di tawarkan serta proses pemberangkatan yang cukup mudah, akhirnya AL menerima tawaran G dan kakanya G yang juga bekerja di luar negeri.
“Biaya pemberangkatan semua di tanggung mereka, dan tanpa potongan makanya saya mau. Namun karena saya awam, ternyata visa saya bukan Visa kerja hanya turis,” ungkap AL pada Radar Sukabumi.
AL bersama satu orang temannya kemudian berangkat pada tanggal 3 Agustus 2022 lalu. Setibanya di Thailand , AL merasa ada kejanggalan, setibanya di bandara Thailand ia dan satu orang temannya kemudian di jemput menggunakan taksi yang sudah mereka persiapkan.
“Rutenya kita dari bandara soekarno hatta naik pesawat thai lion mendarat di bangkok dah gitu transit lagi turun di chiangmai sudah di chiangmai, kita naik taxi turun di dekat chiang rai, perbatasan laos – thailand. Sudah di perbatasan laos – thailand kita menyebrangi sungai mekong di situ saya sudah curiga kok gitu di sebrangkan di laos pas udah di laos kita pasrah kang , ga bisa balik lagi soalnya di jemput sama orang orang suruhan perusahaan ini jadi kita ga bisa ngelak,” papar AL dalam Direct Massangger.
Semakin besar kecurigaan AL saat kemudian pekerjaan yang dijanjikan temannya G sebagai admin fintech/trading dengan gaji $1000 ternyata tidak sesuai harapan, ia dan beberapa orang lainnya dijadikan admin sebuah aplikasi perjudian online.
“Saya dan teman saya malah dijadikan pencari investor atau sales marketing online gitu, itupun kita disini carinya pakai aplikasi dating gitu jadi kita itu di suruh perusahaan pakai poto profil cewe di aplikasi dating biar mereka yang kita deketin tu pada depo di aplikasi judi perusahaan ini,” sambung AL.
Karena takut, AL dan temannya GA ini pun menjalani pekerjaan nya, setelah beberapa hari bekerja ini mencoba menghubungi pihak keluarganya dan menceritakan kejadian ini pada keluarga. Hingga akhirnya pada tanggal 15 Agustus lalu handphone AL, GA, dan satu orang temannya warga Lampung di rampas pihak perusahaan.
“Setelah hape kami dirampas, kami pun diberhentikan. Tanggal 15 Agustus lalu dan diberikan waktu 1 minggu kedepan untuk kami membayar ganti rugi pada perusahaan jika ingin pulang, sebesar 4.000 dolar perorang,” sambung AL.
Kompensasi sebesar 4.000 dolar ini menurut pihak perusahaan sebagai ganti rugi biaya keberangkatan yang sudah mereka keluarkan. Namun meski sudah di keluarkan dari pekerjaan nya, AL dan ke 2 rekannya tetap di perbolehkan untuk tinggal di kantor mereka sampai tanggal 23 Agustus mendatang.
“Dari informasi teman yang di sini, kemungkinan saya dan rekan saya akan di jual ke perusahaan lain jika saya tidak bisa memberikan uang tebusan sebesar 4.000 dolar itu,” ungkap AL penuh cemas.
AL dan dua rekannya saat ini mengaku cemas dan tidak bisa berbuat apa-apa kecuali berpasrah. Dan mengaku kesulitan untuk makan, kerena makanan yang ada di tempat itu kebanyakan mengandung babi dan tidak halal.
“Saya dan teman tidak tau harus berbuat apa, karena kelurga kami juga tidak mampu mengadakan uang sejumlah itu. Ini juga saya pakai hape teman yang masih bekerja aktif di sini. Sementara hape saya dan temen saya masih di tahan pihak perusahaan.”
AL sangat berharap bantuan dari pihak pemerintah Indonesia untuk segera memulangkannya, dan kembali berkumpul bersama keluarganya.
“Kang mudah-mudahan ya bisa bantu kami, dan jangan juga sampai perusahaan tau kalo perusahaan tau juga sebnernya bahaya buat keselamatan kita di sini,”di akhir chat nya. (cr3/t)