SUKABUMI — Buruh Sukabumi dalam hal ini Ketua Serikat Pekerja Tekstil Sandang dan Kulit Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SP TSK SPSI) Kabupaten Sukabumi Mochammad Popon secara tegas menolak Peraturan Menteri Tenaga Kerja ( Permenaker 5/2023).
Pasalnya Permenaker 5/2023 jelas – jelas sangat merugikan kaum buruh. Untuk yang pertama Popon menjelaskan, bahwa Pemerintah melalui Menaker RI melakukan preseden yang tidak baik terhadap penegakkan hukum yang berlaku saat ini.
Baik dalam UU No. 13 Tahun 2003 maupun dalam Perppu Cipta Kerja, dimana dalam UU, waktu kerja itu telah diatur bahwa 7 jam sehari untuk 6 hari kerja dan 8 jam sehari untuk 5 hari kerja sehari, atau 40 jam dalam seminggu.
“Sehingga apa yang dikeluarkan oleh kementerian tenaga kerja ini yang memberi ruang pengusaha untuk bisa melakukan pengurangan upah dengan berkurangnya waktu kerja yang bukan atas kehendak pekerja atau buruh jelas akan membuat semrawut tata aturan hukum yang berlaku. Karena Mana mungkin peraturan menteri bisa melanggar atau menabrak aturan hukum yang ada diatasnya, “jelas Popon dalam pesan singkatnya.
Kedua, Dalam UU jelas bahwa kalo buruh tidak bekerja atau kurang waktu bekerjanya karena bukan alasan atau keinginan buruh sendiri atau karena keinginan perusahaan atau karena sesuatu yang bisa dihindari oleh pengusaha, maka pengusaha wajib membayar upah buruh tersebut.
Diksi Krisis Akal-akalan Pengusaha
Popon menilai, bahwa selama ini pemerintah melalui kementerian Tenaga Kerja selalu memanfaatkan atau selalu menggunakan diksi krisis dan sejenisnya untuk memberi pembelaan dan pemihakan terhadap para pemilik modal atau pengusaha.
“Kementerian Tenaga Kerja RI lebih cocok disebut Kementerian Pelindung Pengusaha karena produk kebijakan yang dikeluarkannya sangat minim sekali yang memberikan perlindungan terhadap buruh/pekerja, dan faktanya selalu membuat legitimasi untuk melakukan pembenaran terhadap dilanggarnya hak – hak normatif buruh, “tegasnya.