Simak Keutamaan 10 Hari Awal Dzulhijjah Menurut Alquran dan Hadist

Keutamaan 10 Hari Awal Dzulhijjah
Keutamaan 10 Hari Awal Dzulhijjah

KEUTAMAAN 10 hari awal Dzulhijjah. Umat Islam akan memasuki awal bulan Dzulhijjah pada Jumat 1 Juli 2022 besok. Dalam 10 hari awal Dzulhijjah, semua ketaatan dan kebaikan umat Islam menjadi ibadah yang pahalanya sangat besar.

Sebagai bukti keutamaan 10 hari awal Dzulhijjah ialah Allah bersumpah atas nama fajar dan malam 10 awal Dzulhijjah. Semua itu sebenarnya tidak lepas dari beberapa kemuliaan di dalamnya.

Bacaan Lainnya
Kata kemuliaan di sini bisa diartikan dengan dua arti:
  1. kemuliaan dan keagungan secara ukhrawi, seperti mengesakan Allah subhânahu wata’âlâ; dan
  2. kemuliaan dan keagungan secara duniawi, seperti harusnya bersyukur saat itu disebabkan kenikmatan yang telah Allah berikan.

Maksud dari kemuliaan ukhrawi dengan mengesakan Allah adalah bahwa pada hari itu semua umat Islam berkumpul dalam rangka mensucikan Allah dari segala sekutu dan kekurangan.

Dikemas dengan ibadah haji bagi yang mampu, dan dengan melaksanakan shalat Idul Adha bagi yang tidak mampu. Dengannya Allah akan memberikan pahala bagi mereka yang mengerjakannya.

Tentunya, pahala yang diberikan akan dinikmati kelak di akhirat. Sedangkan yang dimaksud kemuliaan secara duniawi adalah pada hari tersebut umat Islam ditakdirkan sebagai makhluk yang beriman kepada Allah dan mempercayai semua ketentuan-Nya. Tidak ada nikmat yang lebih besar selama di dunia selain nikmat Islam dan Iman.

Berkaitan dengan keutamaan 10 hari awal Dzulhijjah Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam bersabda: مَا مِنْ أَيَّامٍ اَلْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللهِ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّام. يَعْنِي أَيَّامُ الْعُشْرِ. قَالُوْا: يَا رَسُولَ اللهِ، وَلاَ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللهِ؟ قَالَ: وَلاَ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللهِ، إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ ، فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيءٍ. (رواه البخاري)

Artinya, “Tidak ada hari di mana amal kebaikan saat itu lebih dicintai oleh Allah daripada hari-hari ini. Rasulullah menghendaki 10 hari (awal Dzulhijjah).

Lantas para sahabat bertanya: ‘Wahai Rasulullah, tidak juga jihad di jalan Allah?’ Rasulullah shallalâhu ‘alaihi wasallam menjawab: ‘Tidak juga jihad di jalan Allah, kecuali orang yang keluar berjihad dengan jiwa dan hartanya, kemudian tidak kembali dengan sesuatu apapun (mati syahid)’.” (HR. Al-Bukhari).  (An-Nawawi, Riyâdhus Shâlihîn, juz II, halaman 77-78).

Dalam hadits ini seolah Rasulullah shallalâhu ‘alaihi wasallam hendak memberikan motivasi yang sangat tinggi kepada para sahabat dan umatnya untuk tidak menyia-nyiakan keutamaan 10 hari awal Dzulhijjah.

Bahkan perbandingannya dengan jihad di jalan Allah. Motivasi itu disampaikan Rasulullah shallalâhu ‘alaihi wasallam tidak lain karena banyaknya manfaat dan agungnya kemuliaan pada hari itu.

Di antara hari tersebut terdapat hari Arafah dan hari penyembelihan kurban, sekaligus menjadi hari pelaksanaan ibadah haji. Semuanya tidak diragukan kemulian dan keagungannya. Umat Islam sepakat bahwa hari-hari tersebut merupakan hari yang sangat dimuliakan oleh Allah Ta’ala.

Hadits di atas juga memberikan pemahaman bahwa adanya keutamaan 10 hari awal Dzulhijjah secara khusus meniscayakan hari-hari tersebut lebih mulia dari hari lainnya. Semua ibadah dan amal kebaikan yang dilakukan saat itu lebih mulia dan lebih besar pahalnya daripada di hari-hari lainnya.

Karenanya, tidak heran jika Rasulullah shallalâhu ‘alaihi wasallam sangat memotivasi para sahabat dan umatnya untuk melakukan ibadah dan amal kebaikan pada hari-hari tersebut.

Syekh Muhammad Abdurrahman bin Abdurrahim Al-Mubarakfuri menyampaikan penjelasan ulama: لِأَنَّهَا أَيَّامُ زِيَارَةِ بَيْتِ اللهِ وَالْوَقْتُ إِذَا كاَنَ أَفْضَلَ كاَنَ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيْهِ أَفْضَلُ

Artinya, “Karena 10 hari awal Dzulhijjah tersebut menjadi hari berkunjung ke Baitullah, sementara suatu waktu apabila lebih mulia dari waktu yang lain, maka amal kebaikan di dalamnya juga lebih utama.” (Abdurrahman Al-Mubarakfuri, Tuhfatul Ahwadi, [Bairut, Dârul Kutub Al-‘Ilmiyyah: 1999], juz III, halaman 386).

Pos terkait