Kisah Perjuangan Suami Istri Dirikan Ponpes Asy Syathibiyyah Sukabumi

Ponpes Asy Syathibiyyah: KH. Useh Ahmad Ahwasy dan keluarga.

RADARSUKABUMI.com – Pondok Pesantren (Ponpes) Asy Syathibiyyah yang beralamat di Jalan Dewi Sartika, Kampung Jamban RT03/15, Kelurahan/Kecamatan Palabuharatu, Kabupaten Sukabumi, merupakan Ponpes Salafiyah yang didirikan oleh KH. Useh Ahmad Ahwasy bersama istrinya pada tahun 1993 lalu. Perjuangan beratnya dalam membesarkan ponpes patut menjadi contoh.

GARIS NURBOGARULLAH, Sukabumi

Bacaan Lainnya

Pondok pesantren yang dipimpin KH. Useh Ahmad Ahwasy ini dirintis setelah dirinya menyelesaikan pendidikan di Pondok Pesantren Miftahul Huda Manonjaya Tasikmalaya Pimpinan Alm. KH. Choer Affandi, tahun 1992.

“Kami mulai meniti dan membangun ponpes ini sejak pulang pesantren bersama istri yang masih satu almamater, di Pondok Pesantren Miftahul Huda Manonjaya Tasikmalaya tahun 1992 dan mulai dibangun 1993,” tutur KH. Useh Ahmad Ahwasy kepada Radar Sukabumi saat ditemui di kediamannya, Selasa (20/4).

Nama Pondok Pesantren Asy Syathibiyyah sendiri, diambil dari ayahnya KH. Useh, dan ayah dari istrinya Hj. Cucu Mulyati yang memiliki kesamaan nama yaitu Almarhum Satibi.

“Sebagai bentuk pengabdian kepada orang tua, dan kebetulan nama mertua juga sama H. Satibi. Makanya pesantren ini kami beri nama Pondok Pesantren Asy Syathibiyyah, dan sudah memiliki legalitas dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham),” paparnya.

KH. Useh mengaku jatuh bangun saat mendirikan ponpes ini, tetapi dirinya bersama istri pantang menyerah untuk memajukan pesantren dengan lebih baik.

“Berjalan dengan normal, artinya ponpes kami muncul dan tenggelam, jatuh, bangun hal yang biasa. Sampai saat ini, Alhamdulillah kami berdiri untuk menampung anak-anak yang sekolah. Di mana kalau hanya untuk sekolah, tetapi tidak dibarengi dengan nyantren (pesantren,red) jauh hasilnya,” imbuhnya.

Anak-anak di Pondok Pesantren Asy Syathibiyyah, sambung KH. Useh, datang diantar ke pondok oleh orang tua mereka masing-masing dan membuat ikrar atau janji santri dengan tujuan pesantren sambil sekolah, bukan sekolah sambil pesantren.

“Artinya di saat sekolah libur, tetapi pesantren tidak libur, dan masih mengikuti kegiatan di pesantren,” ucap KH Useh.

Meski di tengah Pandemi Covid-19, KH Useh bersyukur pesantrennya masih tetap eksis menjalankan pendidikan belajar mengajar.

“Di bulan Ramadan ini kami juga ada Pesantren Kilat (Trenlat). Jadi, anak-anak (santri,red) akan dipulangkan pada 17 Ramadan,” ulasnya.

Sampai saat ini Ponpes Asy Syathibiyyah sudah menghasilkan lebih dari 700 orang alumni yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia. KH. Useh menegaskan, dari awal pihaknya melarang santri-santrinya untuk membawa telepon genggam. Sebab, dapat mengganggu mereka untuk menimba ilmu.

“Karena sekarang pemerintah memberlakukan sekolah online atau daring, kami memberikan kelonggaran tetapi pada jam tertentu. Jadi dari pukul 07.00 WIB boleh, dan dikembalikan lagi ke kantor. Jika ada yang menggunakan handphone di luar ketentuan, kami akan memberikan sanksi,” tandasnya. (*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *