Habis Corona, Terbitlah Sehat

Fawzy Ahmad

Oleh: Fawzy AhmadRedaktur Radarsukabumi.com

Tanggal 21 April itu identik dengan kebaya dan sanggul. Namun tanggal 21 April 2020 ada atribut yang bertambah; kebaya, sanggul dan masker.

Bacaan Lainnya

Bahkan, mungkin ada yang tetap ‘berkebaya’. Namun diselubungi oleh pakaian hazmat.

Begitulah perbedaan Hari Kartini edisi corona dengan edisi reguler. Secara kostum dan makna, tampak sama tapi ada yang beda.

Yang sama adalah kita sedang terjajah. Yang beda adalah pelaku penjajahnya.

Corona alias Covid-19, adalah penjajahnya.

Setidaknya saya mencatat ada delapan orang dokter wanita yang wafat karena berjuang melawan corona. Delapan dari total 29 orang dokter se-Indonesia yang tutup usia.

Mereka adalah yang pertama dr Ratih Purwani, seorang dokter di Jakarta Timur.

Kedua, Laksma TNI (Purn) dr. Jeane PMR Winaktu, Sp. BS. seorang dokter dari satuan TNI di Jakarta Pusat.

Ketiga, dr. Bernadette Albertine Francisca T., Sp. THT-KL seorang dotker dan juga anggota IDI di Makassar.

Keempat, dr. Ketty Herawati Sultana, seorang dotker wanita yang bertugas di area Tangerang Selatan.

Kelima, dr. Karnely Herelena, yang merupakan anggota IDI cabang Depok.

Keenam, drg. Amutavia Pancasari Artsianti Putri, Sp. Ort seorang dokter yang bertugas di RSUD Jati Sampurna, Bekasi.

Ketujuh, drg. Umi Susana Widjaja, Sp. PM dan kedelapan adalah drg. Anna Herlina Ratnasari.

Selain para dokter, juga ada deretan perawat wanita yang gugur di medan ruang medis saat melawan corona. Salah satunya adalah Nuria Kurniasih, seorang perawat yang bertugas di RSUP Kariadi Semarang.

Almarhumah tutup usia dalam jihadnya menyembuhkan para pasien corona. Namanya tetap harum, meski jenazahnya sempat ditolak oleh sejumlah oknum warga di TPU Sewakul.

Alhamdulillah, almarhumah Nuria akhirnya disemayamkan di TPU Bergotta. Konon TPU ini disebut TPU termahal di Semarang. Ya, Nuria akhirnya mendapatkan tempat terbaik dan terhormat di Semarang.

Dan saat ini, masih banyak dokter wanita dan perawat wanita lainnya yang masih berjuang melawan corona.

Mereka mungkin tak mengenakan kebaya, make up dan sanggul hingga selop. Mereka merayakan Hari Kartini dengan memakai hazmat, face shield, masker dan peralatan medis lainnya.

Konon kabarnya, hazmat sangat menguras keringat kendati digunakan di dalam ruang ber-AC.

Mereka, para Kartini yang berprofesi sebagai dokter, pun harus merelakan anak dan suaminya. Tentu ini sangat tidak mudah bagi mereka. Antara hati, cinta dan corona yang harus dicegah, dimusnahkan dan disembuhkan.

Mereka yang awalnya bebas dari corona, namun terpapar corona dan berakhir karena corona.

Terima kasih para Kartini. Maaf, hanya doa yang bisa kami persembahkan kepada kalian yang telah berjuang sebagai wanita, sebagai ibu dan sebagai paramedis. Agar jutaan warga Indonesia sehat dari segala macam bentuk penyakit. Termasuk corona.

Dan teruntuk Ibu Raden Ajeng Kartini, izinkan saya menyunting kalimatmu.

Habis corona, terbitlah sehat.

Selamat Hari Kartini. (izo/rs)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *