Chaguan Afghan

Dahlan Iskan
Dahlan Iskan

Oleh : Dahlan Iskan

SEBENARNYA saya ingin berhenti dulu menulis tentang Afghanistan. Tunggu perkembangan yang jelas dulu. Tapi, kemarin, saya mendapat nomor kontak Agustinus Wibowo. Yang sudah menjelajah Afghanistan sampai pojok-pojoknya. Yang sudah menulis buku berjilid-jilid.

Bacaan Lainnya

Agustinus sampai pernah bekerja di media milik perusahaan Afghanistan. Yakni sebagai wartawan foto. Ia merasa jatuh cinta pada negeri itu. Dan selalu ingin balik ke sana.

Agustinus ternyata kelahiran Lumajang, Jatim. Sampai SMA pun masih di Lumajang –SMA Negeri di sana. Nama Tionghoanya Weng Hongming. Setelah tamat SMA itulah Agustinus ke Beijing. Kuliah di universitas terbaik di sana: Tsinghua University. ”MIT”-nya Tiongkok. Ambil jurusan komputer. Sampai lulus S-1.

Ayahnyalah, seorang pedagang telur di Lumajang, yang meminta Agustinus sekolah di Beijing. Padahal waktu itu, ia sudah kuliah di ITS Surabaya. Baru semester pertama. Jurusan informatika.

Selama kuliah di Beijing itu Hongming selalu ingin melakukan perjalanan. Dengan cara backpacker yang sangat hemat. Terutama ketika masa kuliahnya lagi libur. Perjalanan pertama ia lakukan ke Monggolia. Dari Beijing. Naik kereta rakyat.

Liburan berikutnya ia ingin sekali ke Afghanistan. Yang menantangnya ke Afghanistan justru karena semua orang takut ke sana.

Hongming juga naik kereta api. Dari Beijing ke Kashgar –kota besar kedua di Provinsi Xinjiang. Di pojok barat daya Tiongkok. Kashgar sudah lebih dekat ke perbatasan Uzbekistan atau Pakistan.

Dari Kashgar ini –saya sendiri tidak pernah bisa melupakan enaknya kambing bakar di Kashgar dan manisnya buah-buah di sana– Hongming naik bus ke perbatasan Pakistan. Lewat pegunungan terjal di sepanjang perjalanan. Berhari-hari.

Itu tahun 2003.

BACA JUGA : Taliban Janji Tidak Akan Ganggu Kedutaan Asing

Memang sejak dulu sudah ada bus umum jurusan Pakistan–Tiongkok. Lewat puncak Khyber. Hubungan kedua negara sangat mesra. Sejak dulu.

Tiba di Pakistan, Hongming langsung mengarah ke kota Peshawar. Ganti-ganti bus. Di situlah ia mendatangi konsulat Afghanistan. Minta visa turis. Berhasil. Meski hanya boleh dua minggu.

Dari Peshawar-lah Agustinus memasuki Afghanistan. Langsung menuju Kandahar ”ibu kota” Taliban. Lalu ke Kabul.

Hongming merasakan negeri itu seperti penuh misteri. Masih asli. Seperti belum pernah tersentuh peradaban baru.

Visa habis, Agustinus pun kembali ke Beijing. Menyelesaikan kuliahnya. Begitu lulus ia langsung berangkat ke Afghanistan lagi. Kali ini ia lewat rute yang lebih rumit lagi: Beijing–Tibet–Nepal–India–Pakistan–Afghanistan.

Itu tahun 2006. Ketika India-Pakistan belum tegang lagi. Berarti Hongming menyeberangi perbatasan India-Pakistan di Wagah. Yang setiap sore dilakukan upacara militer yang lucu sekali itu. Yang saya juga tertawa-tawa menyaksikannya.

BACA JUGA : Alasan PPKM Diperpanjang, Luhut: Ada Kota yang Angka Kematian Melonjak

Kali ini Agustinus berbulan-bulan di Afghanistan. Dengan sangu hanya 300 dolar. Ia menyelami budaya lokal Afghanistan yang mengesankan. Terutama budaya kedai tehnya.

Boleh dikata kedai teh adalah pusat kebudayaan di sana. Agustinus sendiri menikmati budaya kedai teh itu. Di situ rakyat ngobrol tentang apa saja. Termasuk politik.

“Apakah kira-kira sama dengan kultur chaguan di Tiongkok lama?” tanya saya.

“Ya seperti itu. Tapi kedai teh di Afghanistan lebih seru. Siapa pun boleh sampai tertidur di situ,” ujar Hongming.

“Anda juga sampai tertidur?” tanya saya.

“Justru saya selalu tidur di kedai teh seperti itu. Tidak pernah tidur di hotel,” jawabnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *