Bintang Wanita

Dahlan Iskan
Dahlan Iskan

Oleh: Dahlan Iskan

Bintang Wanita, media inilah yang harus dicatat sebagai pembuka peristiwa Duren Tiga. Media mainstream. Kalau tidak, bisa jadi peristiwa itu terkubur –mungkin untuk selama-lamanya.

Bacaan Lainnya

Media itu ada di Jambi. Wartawan itu sebenarnya telat tahu: ada polisi, asal Jambi, yang mati tertembak. Sudah dua hari sebelumnya.

Wajar telat. Rumah polisi itu di pedalaman. Sang korban juga dikubur di pedalaman itu. Kurang bisa menarik perhatian seketika.

Si wartawan lantas ke Polda Jambi. Humas Polda tidak tahu. Ia meminta si wartawan ke Kabid Propam. Mungkin bidang Propam yang tahu. Ini kan menyangkut anggota Polri.

Tapi Propam Polda Jambi juga tidak tahu. Tidak bisa menjawab. Maka Propam Jambi menanyakan itu ke Propam Mabes Polri.

Ferdy Sambo pun ambil kesimpulan: berarti peristiwa Duren Tiga sudah diketahui media. Tidak bisa lagi ditutupi. Harus disiapkan jawaban yang tepat. Yang bisa membantu menyusun jawaban itu harus orang yang memahami media.

Irjen Pol Ferdy Sambo tidak sulit mencari orang yang punya kualifikasi dekat dengan media. Ia juga sosok yang aman. Tepercaya. Ia penasihat ahli Kapolri, bidang komunikasi publik.

Maka Jenderal Sambo menelepon Sang penasihat media: Fahmi Alamsyah.

Awalnya muncul berita Fahmilah yang diminta menyusun skenario jalannya peristiwa. Baiknya seperti apa. Agar bisa diterima logika media. Belakangan Fahmi membuat klarifikasi: ia hanya diminta membuat draf press release.

Sampai di sini kita belum bisa memastikan. Versi mana yang benar. Kita juga belum tahu. Seberapa sama draf yang disusun Fahmi itu dibanding dengan keterangan pers yang dibacakan Kahumas Mabes Polri yang bersejarah itu.

Saya menghubungi Fahmi. Ia terlihat ramah dan terbuka. Saya pun berkenalan.

“Apakah kita pernah bertemu?” tanya saya. Ternyata kami belum pernah berjumpa. Setelah basa-basi saya mulai bertanya: apakah pengunduran dirinya sebagai penasihat Kapolri itu suka rela atau diminta.

Ia mulai tidak menjawab. Demikian juga pertanyaan lain yang menjurus ke inti persoalan. Saya memaklumi. Ini soal yang sensitif baginya.

Fahmi dikenal di kalangan media sebagai Pemimpin Redaksi portal Inilah.com. Tapi ia sudah lama tidak di situ lagi. Ia juga dikenal punya semacam perusahaan media. Atau mungkin konsultan media. Namanya: NewsLink.

Ia sudah lama berada di lingkungan Mabes Polri. Bukan Kapolri sekarang yang kali pertama mengangkatnya sebagai staf ahli. Itu sudah sejak Kapolri sebelumnya. Bahkan sebelumnya lagi.

Fahmi sudah membuat pernyataan pers sebelum saya kontak itu. Saya memujinya ketika ia mengundurkan diri. Agar tidak menyulitkan Kapolri.

“Saya hanya diminta membuat poin-poin keterangan pers yang akan disampaikan ke media,” ujar Fahmi ke media. Cerita yang diungkapkan ke pers itu, katanya, sesuai dengan keterangan Sambo padanya. Via telepon.

Di akhir pembicaraan itu Fahmi mengusulkan ke Sambo agar Humas Mabes Polri sudah harus membacakan itu paling lambat Senin tanggal 11 Juli, jam 16.00.

Menurut Fahmi, di akhir hubungan telepon itu Sambo juga mengatakan ini padanya: “meskipun ini aib keluarga dan memalukan, tapi demi kehormatan, istri saya sudah lapor tentang pelecehan seksual ke Polres Jakarta Selatan”.

Berdasar keterangan Sambo seperti itulah Fahmi bikin draf keterangan pers yang dimaksud. Lalu dikirim ke Sambo. Setelah membaca itu Sambo mengirim WA ke Fahmi. “Oke, Mi, saya sudah kirim ke Kadiv Humas,” kutip Fahmi.

Foto tangkap layar momen kebersamaan
Foto tangkap layar momen kebersamaan para ajudan bersama istri Ferdy Sambo saat Brigadir J masih hidup. —

Maka terjadilah apa yang kemudian terjadi. Keterangan pers itu menjadi bencana. Itu dianggap hanya skenario untuk menutupi apa yang sesungguhnya terjadi.

Mungkin tidak menutupi semua. Soal seks itu, misalnya, kelihatannya tidak akan diralat. Mungkin hanya lokasinya yang akan lebih dijelaskan: bukan di rumah Duren Tiga. Juga bukan sore itu. Bukan menjelang tembak-menembak tanggal 8 Juli 2022.

Pos terkait