Mahfud MD: Putusan Penundaan Pemilu oleh PN Jakpus Berlebihan

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menyampaikan arahan pengantar rapat lintas kementerian/lembaga bersama perwakilan tokoh masyarakat terkait sengketa pertanahan dan mafia tanah di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Kamis (19/1/2023). (ANTARA/Gilang Galiartha)

JAKARTA — Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebut Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) membuat sensasi berlebihan dalam putusan-nya memvonis Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menunda tahapan Pemilu 2024.

Mahfud dalam unggahan di Instagram pribadinya, @mohmahfudmd, Kamis, menegaskan berdasarkan logika sederhana vonis kalah bagi KPU atas gugatan sebuah partai sebagai sesuatu yang salah, tetapi berpotensi memancing kontroversi dan dapat mengganggu konsentrasi sehingga bisa dipolitisasi seakan-akan putusan yang benar.

Bacaan Lainnya

“Saya mengajak KPU naik banding dan melawan habis-habisan secara hukum. Kalau secara logika hukum pastilah KPU menang,” tulis Mahfud dalam takarir unggahan-nya tersebut.

Mahfud menegaskan bahwa PN tidak punya wewenang untuk membuat vonis tersebut sembari menjabarkan setidaknya ada empat alasan berdasarkan hukum. Pertama, Mahfud menegaskan bahwa sengketa terkait proses, administrasi, dan hasil pemilu sudah diatur tersendiri dalam hukum dan kompetensinya tidak berada di PN.

Misalnya, sengketa sebelum pencoblosan jika terkait proses administrasi yang memutus harus Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), sedangkan soal keputusan ke pesertaan paling jauh hanya bisa digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

“Nah Partai Prima sudah kalah sengketa di Bawaslu dan sudah kalah di PTUN. Itulah penyelesaian sengketa administrasi jika terjadi sebelum pemungutan suara,” ujar Mahfud.

Sementara untuk sengketa selepas pemungutan suara maupun hasil pemilu kompetensi berada di Mahkamah Konstitusi (MK). “Itu pakem-nya. Tak ada kompetensinya Pengadilan Umum. Perbuatan Melawan Hukum secara perdata tak bisa dijadikan obyek terhadap KPU dalam pelaksanaan pemilu,” tulis Mahfud.

Kedua, Mahfud menyebut hukuman penundaan pemilu atau semua prosesnya tidak bisa dijatuhkan oleh PN sebagai kasus perdata. “Tidak ada hukuman penundaan pemilu yang bisa ditetapkan oleh PN. Menurut UU penundaan pemungutan suara dalam pemilu hanya bisa diberlakukan oleh KPU untuk daerah-daerah tertentu yang bermasalah sebagai alasan spesifik, bukan untuk seluruh Indonesia,” tulisnya.

Mahfud mencontohkan, di daerah yang sedang ditimpa bencana alam yang menyebabkan pemungutan suara tak bisa dilakukan. Ia menegaskan bahwa hal tersebut tidak bisa dilakukan berdasarkan vonis pengadilan tetapi menjadi wewenang KPU untuk menentukannya sampai waktu tertentu.

Pos terkait