Berat, Sekarang Syarat Daftar Guru Minimal Harus Lulus Pascasarjana

Guru saat memberikan materi kepada siswa
ILUSTRASI: Guru saat memberikan materi kepada siswa pada pembelajaran tatap muka terbatas di SMAN 1 Kota Tangerang, Banten, Senin (6/9/2021). Dinas Pendidikan Provinsi Banten menggelar uji coba pembelajaran tatap muka di sekolah menengah atas di Kota Tangerang secara terbatas dengan sistem bergiliran serta menerapkan protokol kesehatan yang ketat. (Dery Ridwansah/ JawaPos.com)

JAKARTA -– Syarat untuk menjadi guru bakal semakin berat. Selama ini untuk jadi guru minimal lulus sarjana (S1). Pemerintah sedang menggodok syarat jadi guru minimal lulusan program Pascasarjana. Ketentuan ini bagian dari regulasi baru dalam rancangan undang-undang (RUU) Sistem Pendidikan Nasional.

Butir-butir ketentuan baru dijelaskan secara rinci oleh Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek Anindito Aditomo saat audiensi dengan sejumlah redaktur media. “Untuk jadi guru tidak lagi kualifikasi S1. Tetapi syaratnya Pascasarjana yaitu PPG (pendidikan profesi guru),” kata pejabat yang akrab disapa Nino itu.

Bacaan Lainnya

Dia mengatakan guru-guru yang eksisting sampai RUU Sisdiknas nanti disahkan, akan langsung dianggap memenuhi syarat. Atau istilahnya pemutihan. Tetapi untuk guru baru, syarat minimalnya lulus progran Pascasarjana PPG. Tujuan meningkatkan kualifikasi mininal calon guru ini untuk memperbaiki kualitas pendidikan.

Seperti diketahui PPG adalah pendidikan bagi lulusan sarjana (S1). Mahasiswa dengan ijazah S1 keguruan maupun non keguruan, bisa mengikuti PPG. Misalnya mahasiswa lulusan Fakultas MIPA, bisa mendaftar guru selama lulus PPG. Proses PPG dijalankan selama satu tahun atau dua semester. Nino menegaskan pembahasan RUU Sisdiknas masih awal. Masih menyusun naskah akademik. Setelah itu baru diusulkan ke DPR. Rencananya April depan akan diusulkan ke Parlemen.

Sementara iti sorotan terhadap revisi UU Sisdiknas masih bermunculan. Diantaranya disampaikan oleh Ketua Bidang Kajian dan Riset Kebijakan Pendidikan NU Circle Ki Bambang Pharmasetiawan. Dia mengatakan setelah mengkaji draf naskah akademi RUU Sisdiknas, setidaknya ada sepuluh poin yang mereka kritisi.

Diantaranta adalah mereka menilai RUU Sisdiknas meminggirkan dan memarginalkan peran agama dalam membangun moralitas anak Indonesia. Agama tidak dianggap sebagai sesuatu yang penting dan strategis. Lalu RUU Sisdiknas dianggap memiliki grand design yang memposisikan pendidikan nasional sebagai komoditi. Pendidikan masuk dalam ranah bisnis dan perdagangan.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *