JAKARTA – Satu per satu teka teki kemana aliran dana dugaan suap proyek PLTU Riau-1 mulai terungkap. Mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih mengakui uang suap yang dia terimanya untuk kebutuhan Munaslub Partai Golkar pada 2017 lalu.
“Memang ada duit yang Rp 2 miliar saya terima, sebagian kan untuk Munaslub,” kata Eni usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi untuk tersangka Idrus Marham di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, kemarin (27/8).
Eni yang juga tersangka atas dugaan proyek itu menyebut uang suap yang dia diterima dari pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo tidak semua masuk ke Partai Golkar. “Nggak, nggak. Kalau itu nggak sampai ke sana,” ucap Eni.
Sebelumnya, hal senada pun dilontarkan oleh mantan Ketua DPR Setya Novanto. Dia mengakui adanya aliran uang proyek PLTU Riau-1 ke Munaslub Partai Golkar. “Ya saya dengar begitu (ada aliran uang), ada yang bilang,” kata Novanto usai menjalani pemeriksaan untuk tersangka Johannes Budisutrisno Kotjo.
Kendati demikian, mantan Ketua DPR itu membantah ikut menerima aliran yang dari proyek pembangkit listrik 35 ribu megawatt itu. “Nggak ada. Nggak ikut masalah itu,” tegasnya.
Sebagaimana diketahui, KPK telah menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus dugaan suap PLTU Riau-1. Yakni Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Saragih, pengusaha Johannes B Kotjo, dan mantan Mensos Idrus Marham. Dalam pengembangan penyidikan, KPK menduga bahwa Idrus ikut membantu dan bersama-sama dengan Eni menerima suap. Adapun Idrus dijanjikan uang USD 1,5 juta oleh Johannes.
Ketika itu Idrus berperan mendorong agar Eni menerima uang Rp 4 miliar pada November dan Desember 2017. Lalu Rp 2,2 miliar pada Maret dan Juni 2018.
Eni diduga menerima suap sebesar Rp 500 juta yang merupakan bagian dari commitment fee 2,5 persen dari nilai proyek kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.
Commitment fee tersebut diberikan oleh Johannes Budisutrisno Kotjo. Dalam kasus ini, KPK juga menetapkan Johannes sebagai tersangka karena memberikan suap kepada Eni.
(rdw/JPC)