Soal Pinjol, Presiden Jokowi Hingga OJK Digugat ke Pengadilan

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono (kedua kanan) dan Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri Brigjen Pol Helmy Santika (kanan) saat pengungkapan kasus pinjaman online ilegal di gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (25/10/2021).  (MIFTAHULHAYAT/JAWA POS)

JAKARTA — Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta bersama dengan 19 warga menggugat Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden (Wapres) Maruf Amin terkait permasalahan pinjaman online (pinjol). Gugatan juga tertuju kepada Ketua DPR RI Puan Maharani, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate dan Otoritas Jasa Keuangan.

Gugatan warga negara atau citizent law suit ini didaftarkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Kamis (12/11). Pihak-pihak ini di gugat berkenaan dengan tanggung jawab yang mereka miliki terkait permasalahan pinjaman online yang saat ini terjadi di Indonesia.

Bacaan Lainnya

“Warga mendesak pihak-pihak ini untuk membuat dan memastikan pembentukan regulasi yang komprhensif
dan menjawab permasalahan masyarakat, sehingga mampu memberikan perlindungan hukum, perlindungan hak asasi manusia, serta mampu menyelesaikan persoalan yang ada dan memutus rantai panjang polemik pinjaman online agar korban tidak terus bertambah,” kata pengacara dari LBH Jakarta, Jeanny dalam keterangannya, Kamis (12/11).

Jeanny menjelaskan, kehadiran pinjaman online seharusnya dapat menjadi harapan yang mampu menjawab kebutuhan
masyarakat dalam kemudahan melakukan pinjaman. Namun, berbanding terbalik dari harapan yang menjulang di tengah masyarakat, pinjaman online justru menjadi malapetaka yang menyebabkan ribuan orang mengalami pelanggaran hukum dan hak asasi manusia.

Menurut Jennny, berbagai pelanggaran hukum dan hak asasi manusia tersebut dikarenakan belum adanya regulasi komprehensif yang menjawab permasalahan pinjaman online di tengah masyarakat. Seharusnya Pemerintah memberikan kepastian izin pendaftaran sebagai syarat, bagi aplikasi peer-to-peer lending atau pinjaman online dapat
beroperasi di Indonesia.

“Hal ini harus dilakukan dengan menjalin kerjasama dengan perusahaan layanan distribusi aplikasi digital,” ucap Jeanny.

Kemudian, sistem pengawasan perlindungan data pribadi yang terintegrasi dan mumpuni terhadap seluruh pengguna aplikasi pinjaman online dan masyarakat dalam praktik penyelenggaraan bisnis pinjaman online. Selain itu, batasan pengambilan akses data pribadi hanya pada kamera, microphone dan location.

“Dalam hal terdapat akses di luar ketentuan tersebut, masyarakat pengguna aplikasi pinjaman online dapat menolak akses tanpa mempengaruhi kelayakan pengajuan pinjaman,” beber Jeanny.

Bahkan, belum adanya jaminan ketentuan baku dalam perjanjian elektronik. Kemudian, larangan tegas dan sanksi terhadap penyebaran data pribadi seluruh pengguna aplikasi pinjaman online, baik oleh perusahaan penyelenggara aplikasi pinjaman online maupun pihak ketiga yang bekerja sama perusahaan penyelenggara aplikasi pinjaman online.

“Batasan biaya administrasi pinjaman yang didasarkan pada nilai yang wajar,” ucap Jeanny.

Bahkan batasan bunga pinjaman sesuai dengan suku bunga yang dianjurkan (bunga moratoir). Larangan tegas dan sanksi penagihan pinjaman yang dilakukan dengan tindak pidana, baik oleh perusahaan penyelenggara aplikasi pinjaman online maupun pihak ketiga yang bekerja sama perusahaan penyelenggara aplikasi pinjaman online.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *