Prajurit TNI yang Terlibat LGBT Dipecat Sangat Tepat

Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya/Net

JAKARTA — Pengamat Terorisme dan Intelijen dari The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA), Harits Abu Ulya, mendukung pemecatan tidak hormat dan hukuman badan terhadap oknum prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang terlibat lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT).

Saat ini Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya telah menjatuhkan hukuman 6 bulan penjara dan pemecatan terhadap seorang oknum anggota TNI AL yang terbukti melakukan perbuatan hubungan sesama jenis.

Bacaan Lainnya

Harits menegaskan, oknum prajurit TNI yang berperilaku menyimpang atau LGBT memang harus dipecat. Sehingga perilaku yang merusak tatanan sosial dan agama tersebut tidak menyebar ke prajurit TNI yang lainnya. Apalagi setiap orang bisa berpotensi melakukan penyimpangan dalam hal hubungan seksual.

“Jadi ya pecat saja, oknum prajurit yang terlibat LGBT. Pemecatan itu bagus. Seratus persen, saya setuju!” tegas Harist, di Jakarta, Sabtu (9/10).

Harits mengaku tidak faham mengapa hanya oknum prajurit TNI AL yang dipecat. Padahal korban dan oknum yang terlibat LGBT telah lintas matra, dan lintra strata, perwira, bintara, tamtama. Yang terlihat LGBT ditengarai tidak setia pada pasangannya, mereka cenderung gonta-ganti pasangan sehingga sangat memungkinkan para korbannya bisa saja berhubungan dengan oknum-oknum lainnya.

Komunitas LGBT di kalangan oknum prajurit bernama “ranting patah”, dan menyebar di seluruh matra. Saat ini baru Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Yudo Margono yang tegas menyikapinya, dengan memecat oknum anggota TNI AL yang terlibat LGBT, tanpa pandang bulu.

“Itu (LGBT) penyakit moral. Sederhana (untuk mengikisnya), hukum ditegakkan, beres!” ujarnya.

Harits menilai, perilaku LGBT sangat berbahaya. Dan lebih bahaya lagi jika penguasanya mabuk. Karena jika mengendalikan negara dalam kondisi “mabuk” dan amatiran maka akan sangat membahayakan negara. Oleh karena itu para penguasa harus sadar dan mawas ketika mengendalikan negara.

“Nyetir negara dengan ‘mabuk’ amatiran kan sangat bahaya,” tegasnya.

Harits pun menyarankan agar intitusi TNI terus konsisten memberi contoh yang baik, tidak ada toleransi bagi LGBT. Karena LGBT merusak moral sehingga harus dibersihkan dari berbagai segmen masyarakat khususnya TNI.

Terpisah, pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti (Usakti) Jakarta, Abdul Fickar Hadjar mengatakan, dengan adanya tindakan tegas terhadap oknum anggota TNI AL yang terlibat LGBT mengindikasikan bahwa KSAL Laksamana Yudo Margono mempunyai perhatian khusus terhadap perkembangan para prajuritnya.

Dia pun berharap ada tindakan tegas juga berlaku untuk seluruh matra jika ada oknum prajurit yang melanggar.

“Juga menjadi perhatian bagi Panglima TNI agar ada tindakan tegas jika ada oknum di seluruh matra,” paparnya.

Fickar menuturkan, peradilan pidana militer juga oditur militer harusnya tidak hanya menjerat pelaku dari matra tertentu seperti AL tetapi juga seluruh personel matra yang tetlibat berdasarkan bukti-bukti yang cukup.

Hal ini menjadi penting agar tidak terkesan terjadinya diskriminasi penindakan bagi matra lainnya. Karena pada dasarnya pengaruh LGBT sangat berbahaya bagi perkembangan prajurit.

“LGBT bisa masuk ke kalangan militer karena pergaulan kan tidak bisa dibatasi. Selain itu adanya LGBT juga adanya bakat. Potensi LGBT bisa karena bakat. Ini sepenuhnya penyakit,” jelasnya.

Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya telah menjatuhkan hukuman 6 bulan penjara dan pemecatan terhadap seorang anggota TNI AL yang terbukti melakukan perbuatan hubungan sesama jenis. Putusan ini menguatkan putusan pengadilan tingkat pertama.

“Menguatkan Putusan Pengadilan Militer III-12 Surabaya Nomor 55-K/PM.III-12/AL/IV/2021 tanggal 29 Juli 2021 untuk seluruhnya,” demikian petikan putusan dikutip dari situs Direktori Putusan Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya, pada Rabu kemarin (6/10).

Perkara ini diadili oleh hakim ketua Bambang Indrawan, dengan anggota masing-masing Esron Sinambela dan Koerniawaty Syarif. Putusan itu dijatuhkan pada Rabu, 15 September 2021. Terdakwa yang tidak disebutkan namanya itu terbukti melanggar Pasal 103 ayat 1 KUHPM. Dalam putusan dimaksud, terdakwa disebut menjadi Prajurit TNI AL pada 2018 melalui PK Khusus angkatan XXV di Surabaya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *