Lapindo Gagal Bayar Dana Talangan

ILUSTRASI: Saluran pembuangan semburan lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur.

JAKARTA, RADARSUKABUMI.com – Lapindo Brantas Inc dan PT Minarak Lapindo Jaya gagal bayar utang yang jatuh tempo kepada pemerintah. Semestinya, utang yang digunakan sebagai dana talangan korban lumpur Sidoarjo tersebut dilunasi pada 10 Juli 2019.
Dirjen Kekayaan Negara Kemenkeu Isa Rachmatarwata mengatakan, hingga kini perseroan baru membayar utang dana talangan Rp 5 miliar pada akhir tahun lalu. Total dana talangan yang harus dibayar mencapai Rp 773,38 miliar. ”Penagihan sudah kami layangkan,” terangnya.
Menurut dia, pemerintah sudah berupaya menagih utang kepada mereka sebelum batas waktu pembayaran habis, tetapi belum sesuai harapan. Saat ini, Lapindo telah menjaminkan tanah dan bangunan di area terdampak untuk pembayaran utang. Mereka sudah melakukan sertifikasi lahan seluas 46 hektare di sekitar tanggul atas nama Minarak kepada Pusat Penanggulangan Lumpur Lapindo. Kemudian, Minarak masih dalam proses sertifikasi 45 hektare di bekas Perumahan Tanggulangin Sejahtera.
”Itu masih sebagian kecil dari area terdampak. Proses sertifikasi sudah sejak 2015 diupayakan, namun pihak BPN (Badan Pertanahan Nasional) kesulitan menemukan koordinatnya karena batas-batasnya tertutup lumpur,” urainya. Pemerintah dan Lapindo masing-masing sedang melakukan penilaian atas luasan tanah yang telah disertifikasi tersebut.
Setelah penilaian selesai, Lapindo maupun pemerintah baru bisa memastikan jumlah tersebut cukup atau tidak untuk menutup utang-utang Lapindo. Jika memang jaminan tanah tidak cukup, Kemenkeu akan menagih aset Lapindo yang lain lagi.
Selain harus membayar pokok utang, Lapindo harus membayar denda dan bunga 4,8 persen per tahun. Total utang Lapindo seperti yang tercatat di Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Kementerian PUPR 2018 mencapai Rp 773,38 miliar. Jumlah tersebut belum termasuk bunga utang periode 2015 hingga 2018 senilai Rp 126,83 miliar.
Selain itu, ada denda atas keterlambatan pengembalian pinjaman. Dengan demikian, total yang wajib dibayarkan oleh Grup Bakrie kepada pemerintah hingga akhir 2018 sejumlah Rp 1,56 triliun. Mereka berjanji melunasi utang tersebut.
Tapi, pelunasan akan dilakukan dengan menggunakan piutang kepada pemerintah dalam bentuk cost recovery setara Rp 1,9 triliun. Piutang kepada pemerintah tersebut juga telah diketahui BPKP pada saat melakukan audit khusus terhadap pembukuan Lapindo Brantas Inc dan Minarak Lapindo Jaya pada Juni 2018.
Komisaris Lapindo Brantas Faruk Adi Nugroho mengatakan, pihaknya belum bisa memberikan informasi apa pun mengenai kelanjutan pembayaran utang tersebut. ”Kami sedang proses bicara dengan pemerintah. Nanti kalau sudah berhasil, kami info ya,” ujarnya. (vir/c6/oki)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *