KPK Sudah Tak Menakutkan Lagi

JAKARTA – Rencana Kepolisian Republik Indonesia (Polri) membentuk detasemen khusus (Densus) tindak pidana korupsi (Tipikor), mendapat respon positif dari sejumlah kalangan.

Densus ini diharapkan mampu menjadi penguat bagi upaya memberantas korupsi di negeri ini. Karena ternyata garangnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak cukup mampu membuat para koruptor takut.

Pembentukan Densus Tipikor diharapkan mampu menjadi momen mengembalikan kepercayaan rakyat, terhadap Polri.

Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhie Massardi mengatakan, keberadaan Densus Tipikor ini secara tidak langsung akan menjadi instrumen penting dalam meningkatkan kembali kepercayaan publik terhadap Polri, lewat kerja-kerja pemberantasan korupsi.

“Para koruptor akan berpikir berkali-kali untuk melakukan korupsi. Karena selain KPK dan Kejari, Polri juga makin meningkatkan tugasnya dalam memberantas korupsi, melalui Densus Tipikor,” kata Adhie Massardi.

Terpisah, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menilai, pembentukan Densus Anti Korupsi Polri itu hanyalah bagian dari mengembangkan unit kerja Polri yang sudah ada selama ini, yakni Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bareskrim Polri, berikut Subdit Tipikor di Polda-polda.

”Jadi sepertinya unit kerja Densus Anti Korupsi ini hanya untuk memperkuat Direktorat Tipikor yang sudah ada, sekaligus melengkapi fasilitas kerjanya saja,” ujar Neta, Jumat (13/10).

Selain itu, ia menilai, dibentuknya Densus Anti Korupsi Polri itu, untuk melengkapi keberadaan lembaga KPK yang sepertinya semakin tidak berdaya menghadapi maraknya korupsi di negara ini.

”Masalahnya kan sekarang persoalan korupsi di negeri ini terus tumbuh kembang. Meski KPK sudah melakukan penangkapan dimana-mana, dan belakangan ini semakin agresif melakukan OTT (Operasi Tangkap Tangan), tapi lihat saja korupsi bukannya habis namun justru semakin marak,” beber Neta.

Mampukah Densus Tipikor Polri bekerjasama dengan KPK? “Harus mampu dong !” tukas Neta. Ia beralasan, sesuai pemantauan IPW, belakangan ini penyelenggara negara atau pejabat dan para pengusaha yang terlibat dalam berbagai proyek-proyek pemerintah seakan sudah tidak peduli dan tidak takut lagi dengan yang namanya KPK.

”Kalau pun ada yg tertangkap terlepas OTT atau tidak, mereka menilainya kalau yang tertangkap itu sedang apes saja. Istilahnya mereka, masak dalam urusan bagi-bagi duit saja bisa tertangkap ? Malah digoblok-goblokin yang tertangkap itu. Sedangkan bagi mereka yang tertangkap justru nekat pasang badan,” urai Neta.

Dilanjutkannya, bagi mereka yang tertangkap atau ditersangkakan KPK, uang hasil korupsi sebelum tertangkap sudah mereka kumpulkan sedemikian rupa. Artinya, begitu mereka bebas dari penjara maka mereka semakin kaya raya karena bunga bank dan mereka bisa menikmatinya dengan bebas.

”Ada beberapa contohnya kok. Nah, fakta fakta inilah yang membuat korupsi semakin tumbuh subur di negeri ini, walau sudah ada KPK. Artinya keberadaan KPK saat ini sudah dianggap enteng oleh para pejabat koruptor maupun pengusaha penyuap. Mereka sudah tidak takut kepada KPK,” ujarnya.

Sebab KPK dan pemerintah tidak kunjung berhasil membuat efek jera kepada koruptor. Bahkan tambah Neta, kini dituding tebang pilih kasus dalam melakukan pemberantasan korupsi. Mengapa baru sekarang mau bentuk Densus Tipikor, sementara sudah ada

Direktorat Tipikor selama ini? Menurut Neta, keberadaan Direktorat Tipikor Polri memang dilumuri keterbatasan, mulai dari terbatasnya anggaran operasional, terbatasnya peralatan kerja, hingga keterbatasan wewenang. ”Inilah yg membuat Direktorat Tipikor Polri sering tidak berdaya menghadapi para koruptor.

Sehingga usulan dibentuknya Densus Anti Korupsi bisa dianggap sebagai sebuah terobosan untuk mengkonsolidasikan kekuatan aparatur penegak hukum dalam memerangi korupsi di negeri ini,” tegasnya.

Ditambahkan Neta, tantangan terbesar yang akan dihadapi Polri, adalah tidak adanya kepercayaan publik, mengingat citra Polri begitu buruk di mata masyarakat. Persoalan tersebut yang perlu menjadi prioritas utama bagi Densus Anti Korupsi untuk dibenahi dengan kerja nyata.

” Densus Tipikor Polri ini harus terlebih dahulu membersihkan lingkungan kepolisian dari dugaan korupsi, suap dan pungli. Sehingga tidak ada tudingan ‘sapu kotor untuk membersihkan rumah yang kotor’,” ungkapnya.(arp/ind)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *