Kemendagri : Isu Korona Bisa Tentukan Nasib Petahana

Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Akmal Malik Piliang

JAKARTA — Pelaksanaan pilkada di masa pandemi dinilai bisa memberikan dampak positif secara tidak langsung terhadap upaya penanganan Covid-19. Khususnya di daerah yang menggelar kontestasi. Pasalnya, ada peluang petahana bekerja all-out untuk menyelamatkan nasibnya.

Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Akmal Malik Piliang menyatakan, hal tersebut menjadi salah satu pertimbangan pihaknya mengusulkan pilkada tetap digelar tahun 2020. ”Momentum ini memaksa kepala daerah dalam tanda kutip untuk memiliki kontribusi lebih,” ujarnya Minggu (31/5).

Bacaan Lainnya

Akmal menjelaskan, anggapan yang menilai petahana diuntungkan dengan pilkada di masa pandemi tidak sepenuhnya tepat. Sebab, isu wabah global virus korona baru juga bisa menjadi bumerang jika petahana tidak menanganinya dengan baik.

Pada pilkada serentak tahun ini, lanjut Akmal, jumlah petahana yang berpotensi kembali mencalonkan diri cukup besar. Untuk posisi kepala daerah, baik gubernur maupun bupati/wali kota, jumlahnya 207 orang. Sementara di posisi wakil, ada 245 orang yang punya kesempatan di tiga level tersebut. Asumsi itu didasarkan pada masa jabatan mereka yang baru satu periode.

Akmal meyakini, bagi petahana yang berencana maju lagi, baik untuk menduduki posisi lamanya maupun naik level, penanganan Covid-19 menjadi pertaruhan. Sebab, yang ditakuti kepala daerah saat ini bukan Kemendagri, melainkan aparat penegak hukum dan citranya di mata pemilih. ”Bagi mereka yang gagal menangani persoalan Covid-19, bisa jadi itu membawa efek personal yang tidak baik. Karena itu, mereka akan berbuat apa saja agar dipercaya masyarakat,” terang sosok yang pernah menjabat kepala Desa Barangan, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat, tersebut.

Meski demikian, Akmal menegaskan bahwa hal itu tidak berarti memolitisasi pandemi. Dia mengajak masyarakat melihat dari sisi positifnya. ”Pilkada 2020 juga bagian dari ikhtiar mendorong pemda dan masyarakat bersama memerangi Covid-19,” tuturnya.

Sementara itu, Ketua Bawaslu RI Abhan mengatakan, banyaknya petahana juga bisa memberi dampak lain, yakni penyalahgunaan kekuasaan seperti politisasi bansos. Dia berharap Kemendagri bisa mengambil peran yang berada di luar kewenangan Bawaslu dalam menertibkan dugaan pelanggaran oleh petahana.

”Jangan sampai lempar aturan dengan menyebut, ’Ini kan pemilu, jadi ya harusnya Bawaslu.’ Saya harap jangan begitu lagi,” ujarnya. Abhan mengakui, dalam penanganan 23 kasus dugaan politisasi bansos, Bawaslu terkendala ketentuan akibat tahapan tertunda.
Sebelumnya Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pilkada Sehat menilai kebijakan pilkada di masa pandemi menguntungkan petahana. Dengan pelaksanaannya yang serba terbatas, penantang relatif sulit menjangkau pemilihnya. Sementara petahana bisa bersosialisasi berkedok program.(wan/jpg)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *