Ini Sejarah Diskotek Pertama di Jakarta

Untuk para pelajar atau mahasiswa yang punya Minggu malam di Tanamur, Fahmy membuatkan dua macam kartu anggota.

Kartu pertama, warnanya merah dengan tulisan hitam. Bagian depan berisi foto pemilik, nama, alamat serta tandatangan. Di belakangnya peraturan. Kartu yang dibubuhi vignet penari hitam, dikhususkan bagi anggota perorangan.

Bacaan Lainnya

Kartu kedua gambarnya warna kuning. Berlaku untuk satu couple dengan ukuran lebih tinggi; Rp. 5.000 per triwulan. Karna harganya lebih mahal, pemegang kartu ini berhak membawa seorang kawan lain. Siapa saja. Baik laki pun perempuan. Asal cukup dewasa, semua diperkenankan.

Minggu malam, “Tanamur menjadi tempat rekreasi, latihan tari, poetry reading dan sebagainja. Semua diserahkan kepada inisiatif para anggotanya,” ujar Fahmy, sebagaimana ditulis Tempo. “Naga-naganja Ahmad Fahmy memang mengarahkan Tanamur untuk pemuda-pemuda jang tidak begitu padat kantongnja.”

Tanamur kian ramai. Dari hanya satu kepala, menjadi ratusan. Dan pada masa jaya-jayanya, nyaris tiap malam, pengunjung Tanamur mencapai 1.200 orang.

“Padahal normalnya, bangunan Tanamur hanya dapat menampung sekitar 800 orang,” kata Firdaus Alhady, keponakan Fahmy Alhady, dicuplik dari skripsi Enrico, mahasiswa sejarah UI lulusan 2012.

Bukan Night Club

Konsep diskotek Tanamur sangat berbeda dengan night club. Inilah yang kemudian hari menyebabakan Tanamur lebih digandrungi ketimbang klub malam.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *