Notaris Olivia Dibayar Rp38 M untuk Muluskan Transaksi 21 Sertifikat Tanah Palsu

PEMBUKTIAN: Notaris Olivia Sherline Wiratno menjalani sidang kasus penipuan karena menyebut sertifikat palsu sebagai asli agar Hendra Thiemailattu mau membeli tanah. (Dimas Maulana/Jawa Pos)

RADARSUKABUMI.com – Hendra Thiemailattu percaya tanah yang dibelinya bersertifikat asli setelah diyakinkan notaris Olivia Sherline Wiratno. Namun, setelah membayar Rp 38 miliar, 21 sertifikat yang diterimanya palsu. Olivia kini menjalani sidang di Pengadilan Negeri Surabaya.

Hendra ditawari tanah seluas 29.400 meter persegi oleh Alek Chandra. Alek sebagai broker meyakinkan Hendra bahwa Lukman Dalton yang diklaim sebagai pemilik tanah di Gunung Anyar Tambak memiliki sertifikat hak milik (SHM). Alek mengajak Hendra bertemu Lukman di kantor notaris Olivia Sherline Wiratno agar lebih meyakinkan.

Bacaan Lainnya

Pada pertemuan Mei 2017, notaris Olivia ikut meyakinkan Hendra agar tertarik membeli tanah tersebut. Perempuan 63 tahun itu menyatakan bahwa SHM atas nama Lukman tersebut asli. Dia mengaku sudah mengecek keasliannya di kantor pertanahan.

Penjelasan Olivia itu dipercaya Hendra. Dia sepakat membeli tanah itu Rp 14 miliar. Lukman meminta Hendra membayar Rp 14,5 miliar. Senilai Rp 500 juta untuk jasa Olivia sebagai notaris.

Olivia menjanjikan akan mengurus balik nama SHM tersebut menjadi atas nama Hendra. Hendra pun melakukan pembayaran. Tidak lama setelah itu, Olivia menyerahkan sertifikat yang sudah berganti menjadi atas nama Hendra. Belakangan diketahui, sertifikat yang diterima Hendra itu palsu. Kini notaris Olivia diadili karena kasus tersebut.

Jaksa penuntut umum Harwiadi dalam dakwaannya menyatakan, Hendra awalnya belum menyadari sertfikat yang diterimanya palsu. Lukman kembali menawari Hendra tanah setelah pembelian pertama sukses. Kali ini tanah seluas 42.000 meter persegi. Lokasinya masih di Gunung Anyar Tambak. Hendra sepakat membeli dengan harga Rp 25,5 miliar. Senilai Rp 5,5 miliar dibayar tunai, sedangkan Rp 20 miliar ditukar dengan tanah Hendra yang juga di Gunung Anyar.

Prosesnya sama dengan pembelian tanah pertama. Olivia yang mengurus balik nama sertifikat dan menerima uang atas jasanya sebagai notaris. Sertifikat yang sudah atas nama Hendra itu diterima pemilik barunya. Hendra baru menyadari sertifikat tanahnya palsu setahun kemudian.

Ketika itu Hendra berniat menjualnya. Dia mengecek tanah itu bersama calon pembelinya. ”Setelah dicek lokasi, ternyata gambar di SHM dan fisik tidak sesuai,” ujar jaksa Harwiadi dalam sidang di Pengadilan Negeri Surabaya.

Hendra minta pertanggungjawaban Lukman. Lukman sepakat mengganti tanah bersertifikat palsu itu dengan tanah lain di Trosobo, Sidoarjo. Dua SHM yang sudah di tangan Hendra ditarik lagi oleh Lukman. Diganti dengan 12 SHM tanah di Trosobo.

Hendra sepakat membelinya dengan harga Rp 49,8 miliar. Dia menambah pembayaran Rp 34 miliar. Senilai Rp 9 miliar dibayar tunai dan Rp 25 miliar ditukar dengan hotel di Rungkut.

”Hendra curiga jika SHM tersebut juga palsu. Dia meminta tolong teman notaris yang lain untuk mengecekkan. Namun, baru dilihat sudah dinyatakan palsu,” tutur jaksa yang akrab disapa Wiwit tersebut.

Hendra kembali minta Lukman menukarnya dengan tanah lain. Lukman mengganti dengan tujuh SHM. Dua SHM di Pakal dan lima lainnya di Kalijudan. Lukman mengaku sudah membeli tanah-tanah itu, tetapi belum dibalik nama menjadi atas namanya.

Lukman menghargainya Rp 126,3 miliar. Hendra sepakat. Dia menerima tujuh SHM itu dan mengembalikan sertifikat-sertifikat lain yang sebelumnya diterimanya ke Olivia. ”Atas pembelian tersebut, terdakwa Olivia menyampaikan kepada Hendra bahwa seluruh SHM akan dibuatkan akta jual beli dan dibalik nama,” kata Harwiadi.

Olivia meminta Hendra segera membayar pajak jual beli dan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB). Nilainya Rp 981,5 juta yang sudah dibayar Hendra. Tidak lama setelah itu, Olivia menyerahkan sertifikat-sertifikat tanah yang sudah balik nama itu kepada Hendra. ”Pada Maret 2019, Hendra baru mengetahui seluruh SHM yang diterimanya palsu setelah mengecek ke BPN,” ungkapnya.

Hendra akhirnya melaporkan Lukman dan Olivia ke polisi. Menurut Harwiadi, dua orang tersebut sebenarnya sudah tahu bahwa mereka tidak punya bukti-bukti atas tanah yang diklaimnya dan dijual ke Hendra.

Olivia disebut berperan mengatur penerbitan sertifikat palsu itu. Dia bekerja sama dengan oknum pejabat di Kantor Pertanahan Surabaya. Mereka sengaja membuat sertifikat palsu itu untuk mendapatkan uang dari Hendra. Akibat penipuan tersebut, Hendra merugi Rp 38 miliar.

Sementara itu, Olivia melalui pengacaranya mengajukan eksepsi atau nota keberatan terhadap dakwaan jaksa. Pengacara Olivia, Anut Putradjaja, menyatakan, kliennya tidak pernah mengetahui transaksi jual beli tanah antara Hendra dengan Lukman. Transaksi itu disebut tanpa melibatkan Olivia. ”Transaksi ini sama sekali tidak diketahui oleh terdakwa,” kata Anut.

Olivia juga tidak sepakat dengan nilai kerugian Hendra yang mencapai Rp 38 miliar. Sebab, nilai itu berdasar penghitungan kerugian atas transaksi Hendra dengan Lukman yang tidak pernah diketahuinya. Namun, Anut tidak menyebutkan berapa kerugian dari versinya. Selain itu, sudah ada kesepakatan perdamaian antara Hendra dan Olivia. Menurut dia, Olivia sudah mengganti kerugian Hendra.

”Telah terjadi penyerahan aset dari terdakwa Olivia senilai Rp 2 miliar kepada Hendra dan telah dibuatkan perjanjian pengikatan jual beli oleh para pihak,” ujarnya. (jpc/izo)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *