Gawat, Masa Depan Anak dan Balita Indonesia Terancam Senyawa BPA, Ini Buktinya 

Bisphenol A (BPA)
Dampak buruk senyawa berbahaya Bisphenol A (BPA). (foto : ilustrasi)

JAKARTA —  Anak dan balita adalah salah satu korban terbesar dari dampak buruk senyawa berbahaya Bisphenol A (BPA), hal yang ironisnya selama ini jarang diungkap ke permukaan. Senyawa BPA merupakan campuran bahan kimia pada plastik polikarbonat untuk air minum dalam kemasan (AMDK) galon guna ulang yang sangat popular di Indonesia, botol minum bayi dan wadah plastik makanan lainnya.

Menurut para praktisi kesehatan yang didukung sejumlah riset terkemuka dunia, paparan BPA dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan gangguan perkembangan pada anak seperti autis, bipolar, sering tantrum, dan gangguan pada saraf bahkan dari sebelum lahir.

Bagaimana senyawa BPA bisa masuk ke tubuh janin yang belum dilahirkan? Fakta ini bisa diketahui dari anak setelah lahir yang saat dites ternyata sudah ada kandungan BPA di tubuhnya, karena paparan BPA dari ibu pada saat hamil dan masuk ke janin.

“Jadi kita sebisa mungkin ‘BPA free’, karena kita menginginkan anak-anak menjadi generasi yang bagus di kemudian hari, bukan yang ada keterbatasan perkembangan. Jadi kita harus lindungi anak-anak sejak dari awal,” kata Catherine Tjahjadi, anggota Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (PDUI), saat peringatan hari Hak Asasi Manusia dan aturan pelabelan BPA pada kemasan, di Jakarta (Antara, 10/12).

Menurut Catherine, penyakit lain yang mengintai dari paparan bahan kimia BPA tidak bisa dilihat dalam waktu dekat, tapi dalam waktu jangka panjang, pada saat anak telah tumbuh menjadi dewasa.

“Kalau paparannya sudah banyak maka larinya ke kanker, bukan berarti kankernya akan muncul dalam waktu satu atau dua tahun, tapi mungkin dalam periode lima tahun, 12 tahun dan bahkan sampai 20 tahun mendatang,” terangnya.

Ia mengatakan, kandungan BPA tidak hanya bisa ditemukan pada kemasan makanan atau minuman, tetapi juga terdapat pada kertas struk belanja. Tinta pada kertas thermal yang dipakai untuk struk belanja memang mengandung senyawa BPA dan bisa menempel di tangan.

“Jadi sebisa mungkin jangan kita pegang, termasuk struk ATM. Mainan anak juga harus dipastikan ada label bebas BPA agar aman apabila masuk ke mulut anak,”kata Catherine.

Catherine menyarankan agar setiap bepergian, keluarga membawa botol minum sendiri yang terbuat dari stainless atau kaca, untuk mencegah kontaminasi BPA ke dalam tubuh. Ia juga menyarankan agar tidak membiasakan memanaskan makanan menggunakan wadah plastik, karena pemanasan lebih dari 100 derajat celcius bisa melepaskan partikel BPA dari kemasan plastiknya.

Sebelumnya, sejumlah pakar kesehatan melalui sebuah webinar bertema “Mengenal BPA dari Rumah” yang diselenggarakan Cerdik Sehat, ParentTalk dan Rumah Sakit Mayapada, beberapa waktu lalu, juga mengingatkan masyarakat untuk tidak mengkonsumsi makanan atau minuman yang ditempatkan dalam wadah plastik keras polikarbonat yang mengandung BPA.

“Bahaya BPA tidak serta merta berefek. Contohnya gangguan hormon pada anak atau balita yang sedang tumbuh,” kata neonatologist, dr. Daulika Yusna, praktisi kesehatan di sebuah rumah sakit besar di Jakarta. “Gangguan lainnya dapat memicu kanker, jika BPA dikonsumsi terus menerus.”bebernya.

Lebih jauh lagi, seorang dokter spesialis kandungan dr. Darrel Fernando mengatakan, masyarakat perlu lebih aktif meneliti kode kemasan dan bahan kemasan makanan atau minuman yang akan digunakan.

“Kita harus lebih teliti melihat kode plastik pada setiap produk yang kita gunakan,” katanya.

Dirinya menyebut kode plastik nomor 7 (jenis plastik polikarbonat yang biasa digunakan untuk AMDK galon bekas pakai) yang perlu diperhatikan dalam kemasan makanan atau minuman, karena kode plastik nomor 7 lazimnya mengandung senyawa berbahaya BPA.

“Masalah BPA adalah migrasi atau berpindahnya zat kimia BPA yang ada pada kemasan makanan ke dalam produk pangan,” kata pakar teknologi pangan Dr-Ing. Azis Boing Sitanggang, dalam tanggapannya di webinar yang sama.

“Kita akan terpapar jika mengonsumsi produk pangan yang terkontaminasi BPA. Hindari risiko dengan mengurangi paparan.”

Sebelumnya, Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait, mengatakan pihaknya sangat peduli terhadap perlindungan anak-anak dari bahaya penggunaan bahan kimia BPA bagi kesehatan anak-anak.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *