Gapmmi Minta Zero ODOL Diundur, KPBB : Jangan Membelokan Fakta

Truk Over Kapasitas
Satuan Polisi Lalu Lintas Polres Sukabumi saat melakukan penindakan terhadap kendaraan yang Over Dimension (Kelebihan Dimensi) dan Over Load (Kelebihan Muatan) atau ODOL.

JAKARTA — Adanya pernyataan Wakil Ketua Umum Bidang Kebijakan Publik Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi) Rachmat Hidayat yang mengarapkan Zero Odol 2023 diundur hingga Januari 2025 membuat sejumlah Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB), Ahmad Safrudin angkat bicara, menurutnya apa yang disampaikan Gapmmi seperti membelokan fakta yang sebernarnya.

Menurutnya, peryataan soal penggunaan truk odol membuat harga komoditas murah adalah hal yang keliru, sejatinya mereka ingin mengambil keuntungan dari Truk ODOL padahal keuntungan hanya dirasakan oleh segelintir pihak saja.

Bacaan Lainnya

“Sebenarnya para pengusaha itu, tidak mengalami kerugian jika mereka mengangkut muatanya dengan normal. Namun, karena ingin meraup keuntungan lebih banyak, maka mereka telah menambahkan muatan pada truknya. Apa yang dikatakan Gapmmi hanya sebagai membelokan Fakta, faktanya para truk Odol ini tidak menikmati hasil keuntungannya, “jelasnya

Keberadaan ODOL ini memiliki problem safety road dan berdampak besar pada beberapa askpek. Diantaranya, selain akan merusak usia jalan raya hingga menimbulkan kencelakaan bagi pengendara lalu lintas atau warga di sekitar lintasan ODOL.

“Untuk itu, keberadaan ODOL ini, harus jadi permasalahan yang harus menjadi perhatian. Dimana keuntungan muatan ini menjadi pertanyaan besar. Siapa yang menikmati hal tersebut, ini tentunya dapat mengganggu pertumbuhan ekonomi, jika kebijakan terus diundur, dan jalan-jalan rusak akibat Truk ODOL hingga merugikan negara” jelasnya.

Terkait dengan ODOL ini, ujar Ahmad, bukan hanya truk air minum dalam kemasan saja, tetapi truk pengangkut barang, tanah, pasir, batu bara, cairan soda untuk dijadikan bahan campuran makanan, biji plastik, pakan ternak, bata ringan serta kendaraan tabung pun akan berdampak pada sisi grafitasi dalam ruangan kendaraan yang tersedia. Jadi, para pengusaha itu bisa melakukan zero ODOL ini, hanya saja mereka menghitung karena dengan ODOL banyak meraup keuntungannya.

“Implikasi pelanggaran pidana berat atas pelanggaran ODOL ini sudah sering terjadi. Ini menandakan bahwa kasus truk ODOL ini merupakan kasus serius dan tak boleh main-main,” tegasnya.

Belum lagi, kerusakan infrastruktur jalan dan jembatan yang merupakan tindak pidana perusakan fasilitas umum. Kemudian Pencemaran udara akibat pelanggaran baku mutu emisi oleh kendaraan yang overload merupakan tindak pidana lingkungan hidup.

“Kalau berdasarkan hitungan dan penelitian, setiap kali trip, para pengusaha ini untuk sekitar 8,7 juta. Itu dari total kelebihan muatan, karena para pengusaha ini hanya membayar ongkos ke para pengemudi Rp6,5 juta. Sementara angkutannya mencapai 21.768 kg yang seharusnya hanya 9.720 Kg. Iya, sekitar 124 persen kelebihannya, jadi produsen menikmati ongkos yang ditarik dari masyarakat tetapi tidak digunakan,” jelasnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *