BPBD Terus Membahas Tentang Bencana Longsor

KULONPROGO – Rekahan tanah dan longsor di Perbukitan Menoreh terus dikaji Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kulonprogo. Kajian secara parsial dilakukan untuk mengantisipasi dampak bencana yang lebih besar.

Kepala Pelaksana BPBD Kulonprogo Gusdi Hartono mengatakan kajian dilakukan sebagai langkah antisipasi. Agar tidak kecolongan dengan bencana longsor berskala besar. Pihaknya melakukan kajian di tiga lokasi rekahan tanah Menoreh.

Bacaan Lainnya

Tiga retakan tanah itu di Kecamatan Kalibawang, Kecamatan Girimulyo serta Kecamatan Samigaluh. Retakan mengkhawarirkan ada di Pedukuhan Klepu. Retakannya terhubung dengan retakan tanah Pedukuhan Nogosari.

“Nanti pada 2019 bisa dikaji secara makro untuk memastikan apakah rekahan Perbukitan Menoreh itu terkoneksi. Jika terkoneksi, bisa menyebabkan longsor tipe sliding. Luncuran longsor bias lebih besar dengan dampak yang lebih besar juga,” kata Gusdi Rabu (14/3).

Retakan tanah di Perbukitan Menoreh cukup banyak. Di antaranya di Pedukuhan Jeruk, Desa Gerbosari, Kecamatan Samigaluh; Pedukuhan Nogosari, Desa Purwosari, Kecamatan Girimulyo; Pedukuhan Gerpule, Desa Banjarharjo dan Pedukuhan Klepu, Desa Banjararum di Kecamatan Kalibawang. Termasuk retakan di Pedukuhan Soropati, Desa Hargotirto, Kecamatan Kokap.

BPBD akan menggandeng Tim Geologi UGM. “Nanti akan ada rekomendasi kepada pemerintah selaku pengambil kebijakan. Jika ada potensi longsoran besar, apakah warga harus dengan relokasi? Itu nanti masuk dalam rekomendasi,” kata Gusdi.

Kondisi terkini, berdasarkan perkiraan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) saat ini mendekati musim pancaroba. Ditandai hujan intensitas sedang hingga lebat di sore hingga malam hari.

Hujan saat pancaroba memiliki ciri diikuti angin kencang. Selain itu diikuti dengan petir. Hal itu harus diwaspadai masyarakat.

“Masih ada beberapa rekahan dan longsoran yang mengancam rumah penduduk. BPBD memasang early warning system (EWS) longsor,’’ kata Gusdi.

BPBD mengimbau masyarakat menyimak EWS tersebut. Warga juga diminta mempertajam kepekaan dengan tanda-tanda alam jika akan terjadi longsor.

Hampir semua wilayah Perbukitan Menoreh rawan longsor. Sementara rekahan atau longsor yang terjadi saat ini, sebagian besar merupakan longsor susulan atau rekahannya sudah ada sebelumnya.

“Kondisi itu yang menjadi perhatian BPBD jangan sampai ketika ada bencana semua bingung dan malah saling menyalahkan. Karena jika sudah ada retakan lama kemudian berakhir longsor, kesannya kita tidak memantau atau tidak melakukan antisipasi,” kata Gusdi.

Terkait relokasi warga di lokasi rawan longsor susulan, Gusdi mengatakan kunci relokasi memindahkan dengan jaminan mereka bisa hidup lebih baik di lokasi baru (relokasi). Jika pilihan akhir tetap relokasi, harus direncanakan secara baik.

“Langkah yang terdekat adalah kajian tadi. Setelah dikaji, rekahan itu memicu longsor lebih besar atau tidak, radiusnya sejauh apa. Jika berbahaya, baru ada rekomendasi untuk relokasi,” kata Gusdi.

Salah seorang warga korban longsor Rusmini warga Dusun Karanggede, Desa Jatimulyo, Kecamatan Girimulyo mengatakan longsor di wilayahnya dipicu hujan deras. Dia memilih menyelamatkan diri dan tinggal di tempat saudaranya.

“Setelah melihat rekahan tanah semakin lebar dan sebagian amblas, saya mengungsi. Saat ini masih bertahan di rumah, tapi kalau hujan deras turun saya pindah ke tempat kerabat yang lebih aman,” kata Rusmini.

(rj/ong/jpr/ong/JPR)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *