Sukabumi Dinyatakan Bebas Difteri

CIKOLE – Penyebaran bakteri Difteri saat ini tengah menghantui masyarakat di seluruh wilayah Indonesia. Pasalnya penyakit tersebut rentan berujung kematian pada penderitanya.

Kementrian Kesehatan mencatat ingga November 2017 ini terdapat 20 provinsi yang telah melaporkan adanya difteri dengan 593 kasus dan 32 kematian.

Bacaan Lainnya

Kendati penyebaran penyakit mematikan tersebut kian meluas, namun sejauh ini wilayah Kota Sukabumi dinyatakan terbebas dari bakteri difteri.

Namun upaya antisipasi terhadap penjangkitan penyakit ini tetap dilakukan oleh dinas kesehatan (Dinkes) setempat dengan memberlakukan langkah preventif sesuaI petunjuk Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).

Kepala Dinkes Kota Sukabumi dr Ritanenny secara gamblang menyatakan bakteri Difteri tidak terdapat di Sukabumi.

Hal ini berdasarkan hasil pendataan para petugas surveilance yang dikerahkan untuk menyisir semua penjuru wilayah di tujuh kecamatan.

Dari seluruh laporan yang diterima menunjukan tidak adanya temuan penyakit difteri.

“Tidak ditemukan adanya bakteri Difteri di Sukabumi. Kepastian ini diperoleh setelah para petugas surveilance yang ada di tingkat puskesmas maupun RS menjalankan tugas pengawasan dan pendataan. Mereka sudah menyampaikan laporan mengenai upaya mewaspadai penyakit tersebut di masing-masing wilayah. Hasilnya tidak ditemukan bakteri difteri. Jadi sebelum ada kasus seperti di merebak di beberapa daerah lain, kami sudah memiliki datanya terkait penyakit tersebut,” beber Ritanenny kepada Radar Sukabumi, kemarin (10/12).

Disebutkannya, difteri merupakan penyakit yang sangat berbahaya karena bersifat menular serta dapat menyebabkan kematian.

Namun pada hakekatnya penyakit jenis ini dapat dicegah dengan melakukan imunisasi.

Karena itulah dinkes lebih menitik beratkan upaya pencegahan melalui imunisasi yang bisa diperoleh warga di berbagai fasilitas kesehatan baik milik pemerintah maupun swasta.

Disamping itu, dinkes juga menghimbau kalangan ibu-ibu untuk melengkapi imunisasi DPT/DT/Td pada anaknya.

Secara detil Ritanenny menerangkan untuk anak usia kurang dari 1 tahun harus mendapatkan 3 kali imunisasi difteri (DPT), Anak usia 1 sampai 5 tahun harus mendapatkan imunisasi ulangan sebanyak 2 kali.

Sementara untuk anak usia sekolah harus mendapatkan imunisasi difteri melalui program Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS).

Program itu ditujukan untuk siswa sekolah dasar (SD) terutama yang masih duduk di kelas 1 hingga kelas 5.

Setelah seluruh rangkaian itu, imunisasi ulangan dilakukan setiap 10 tahun.

“Termasuk orang dewasa, jika status imunisasinya belum lengkap, maka sesegera mungkin imunisasi di fasilitas kesehatan terdekat. Sebagai upaya upaya peningkatan kewaspadaan, dalam waktu dekat ini dinkes akan mengagendakan untuk melakukan pengecekan hingga ke rumah sakit,” ungkapnya.

Rita juga memberikan pemahaman tentang bagaimana mengenali gejala awal difteri. Gejala awal difteri bisa tidak spesifik, sepertiDemam tidak tinggi, nafsu makan menurun, lesu, nyeri menelan dan nyeri tenggorok.

sekret hidung kuning kehijauan dan bisa disertai darah.

Namun memiliki tanda khas berupa selaput putih keabu-abuan di tenggorok atau hidung, yang dilanjutkan dengan pembengkakan leher atau disebut sebagai bull neck.

Segera ke fasilitas kesehatan terdekat apabila anak tersebut mulai mengeluh nyeri tenggorokan disertai suara berbunyi seperti mengorok (stridor) atau pembesaran kelenjar getah bening leher, khususnya anak berumur 15 tahun.

“Anak harus segera dirawat di rumah sakit apabila dicurigai menderita difteri agar segera mendapat pengobatan dan pemeriksaan laboratorium untuk memastikan apakah anak benar menderita difteri,” tutupnya. (cr11/t)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *