Muraz: Tunjangan Kinerja Jangan Dipolitisir

CIKOLE – Dorongan pemberlakukan program tunjangan kinerja (Tukin) ditengah minimnya anggaran dan lemahnya aturan yang mengatur regulasi tersebut, dinilai sebagai sebagai alat politik para calon kepala daerah untuk mendapat simpatik para Pegawai Negeri Sipil di Kota Sukabumi.

Hal ini diungkapkan Walikota Sukabumi Muhammad Muraz menanggapi derasnya dorongan pemberlakuan tukin di lingkungan pemerintah daerah. Perhatian yang berlebihan terhadap penerapan tukin lebih terkesan memaksakan.

Bacaan Lainnya

Terlebih lagi ditengah minimnya anggaran serta regulasi yang masih terbilang samar.
“Ada yang bilang ke saya, untuk seorang lurah bisa mendapatkan gaji hingga Rp12 juta. Menjadi pertanyaan, anggaran gaji lurah sebesar itu dari mana, sementara Pendapatan Asli Daerah (PAD) kita saja tidak mencukupi untuk menutupinya,” ungkap Muraz kepada wartawan saat menerima kunjungan pegawai Kemenkumham ke Kota Sukabumi, kemarin (25/10).

Menurut Muraz, penerapan tunjangan kinerja bagi para PNS, idealnya harus dibarengi dengan peningkatan pendapatan daerah. Tanpa hal tersebut, niscaya pelaksanaan tidak akan berjalan dengan baik. Apalagi, hingga kini payung hukum yang mengatur tentang tukin masih belum jelas.

hal tersebut tentu akan menimbulkan masalah baru. Sebab anggaran tukin yang akan dialokasikan, dipastikan terlampau besar.

“Jika dipaksakan dengan kondisi anggaran terbatas serta belum adanya payung hukum, maka bisa dipastikan akan terkena sanksi jika BPK melakukan audit.

Daerah yang telah menjalankan tukin salah satunya adalah Bandung. Tapi ternyata kondisinya pun sama, belum ada aturannya meski secara keuangan terbilang mampu. Itu bisa saja menjadi bermasalah nantinya,” katanya.

Ditegaskan Muraz, publik maupun para PNS harus mengetahui bahwa tunjangan kinerja yang diperkirakan akan menyedot anggaran yang cukup besar ini, bukan berasal dari APBN atau bantuan keuangan dari pemerintah provinsi, tetapi harus bersumber dari PAD.

Sementara hingga mendekati akhir tahun 2017 ini, PAD Kota Sukabumi hanya sebesar Rp38Miliar.
“Jika harus diambil dari PAD, maka bisa dipastikan akan ada pos-pos anggaran pembangunan lainnya yang harus dikurangi.

Dalam hal ini saya lebih memandang, ada beberapa hal yang harus diperhatikan diantaranya analisis beban kerja, analisis Organisasi, output yang dihasilkan dan analisis jabatan. Setelah itu, baru kemudian berbicara anggaran,” tegasnya.

Lebih lanjut Muraz mengatakan selama ini sebenarnya pemerintah daerah Kota Sukabumi sudah menjalankan tukin. Hanya saja dalam penamaan pos anggaran yang berbeda.

Seperti diantaranya tunjangan daerah yang sejak awal sudah dijalankan. Bedanya, tunjangan kinerja sudah mencakup seluruhnya. Sementara tunjangan daerah yang saat ini diberlakukan tidak menyeluruh.

Muraz mencontohkan, PNS yang memiliki sumber daya manusia yang bagus dengan PNS yang kurang bagus, apakah akan diberikan tunjangan kinerja yang sama ? Selain itu, dari sisi eselon apakah akan diberikan hal yang sama? Begitu juga dengan jabatan yang diemban baik di lingkungan dinas atau jabatan setingkat kelurahan, apakah memiliki beban kerja yang sama ? “Itu semua jawabannya saya pastikan tentu saja tidak,” tegasnya.

Daripada memaksakan untuk memberlakukan tukin, sebaiknya pemerintah daerah fokus memperhatikan para tenaga kerja sukarela untuk dijadikan PNS.

Sebelumnya Pengamat Kebijakan Publik Asep Deni mengatakan jika Pemda Kota Sukabumi merealisasikan kebijakan penerapan tukin, maka dapat menimbulkan rasa keadilan untuk semua PNS yang kini disebut Aparatur Sipil Negara (ASN).

“Sisi keadilan dari semua PNS yang sudah lama mengabdikan dirinya, itu yang harus diprioritaskan pemerintah daerah. Hal penting lainnya jika tukin itu diberlakukan, tidak akan ada lagi pegawai yang menolak jika akan dipindahkan ke intansi yang berbeda. Karena, semuanya memiliki derajat yang sama dan penghasilan yang sama dengan dasarnya penilaian kinerja,” ungkap Asep. (sbh).

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *