Cintai Jantungmu, Deteksi Sedari Dini

Dokter Internship RSI Assyifa Sukabumi
dr. Aliya Muhammad Dokter Internship RSI Assyifa Sukabumi

SUKABUMI – Congestive heart failure (CHF) atau gagal jantung, didefinisikan sebagai sindrom klinis kompleks yang terjadi karena adanya kerusakan secara struktural, ataupun fungsional saat pengisian ventrikel atau memompa darah, sehingga menyebabkan gejala klinis berupa dispneu, kelelahan, edema, dan rales.

Gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang progresif dengan angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi, di negara maju maupun negara berkembang termasuk Indonesia.

Bacaan Lainnya

Prevalensi dari gagal jantung sendiri, semakin meningkat karena pasien yang mengalami kerusakan jantung yang bersifat akut, dapat berlanjut menjadi gagal jantung kronik.

World Health Organization (WHO) menggambarkan, bahwa meningkatnya jumlah penyakit gagal jantung di dunia, termasuk Asia diakibatkan oleh meningkatnya angka perokok, tingkat obesitas, dislipidemia, dan diabetes. Angka kejadian gagal jantung meningkat juga seiring dengan bertambahnya usia.

Gagal jantung merupakan masalah yang meningkat di seluruh dunia dengan lebih dari 20 juta orang. Prevalensi rata-rata pasien heart failure (HF) pada populasi orang dewasa di negara berkembang sebanyak 2 persen.

Kasus HF meningkat, seiring bertambahnya usia dan diderita oleh 6-10 persen orang di usia lebih dari 65 tahun. Walaupun HF relatif menyerang pria daripada wanita, sekitar setengah dari kasus HF.

Klasifikasi gagal jantung dapat dijabarkan melalui dua kategori, yakni kelainan struktural jantung atau berdasarkan gejala yang berkaitan dengan kapasitas fungsional dari New York Heart Association (NYHA).

Adapun berdasarkan kelainan struktural jantung, diantaranya, Stadium A. Di mana, memiliki risiko tinggi untuk berkembang menjadi gagal jantung. Tidak terdapat gangguan struktural atau fungsional jantung, dan juga tidak tampak tanda atau gejala.

Stadium B, telah terbentuk kelainan pada struktur jantung yang berhubungan dengan perkembangan gagal jantung tetapi tidak terdapat tanda atau gejala.

Stadium C, gagal jantung yang simtomatik berhubungan dengan penyakit struktural jantung yang mendasari.

Adapun, stadium D,Penyakit jantung struktural lanjut serta gejala gagal jantung yang sangat bermakna muncul saat istrahat walaupun sudah mendapat terapi farmakologi maksimal (refrakter).

Berdasarkan kapasitas fungsional NYHA, Kelas I, tidak ada batasan aktivitas fisik. Aktivitas fisik sehari-hari tidak menimbulkan kelelahan, berdebar atau sesak nafas.

Kelas II, Terdapat batasan aktivitas ringan. Tidak terdapat keluhan saat istrahat, namun aktivitas fisik sehari-hari menimbulkan kelelahan, berdebar atau sesak nafas.

Kelas III, terdapat batasan aktivitas yang bermakna. Tidak terdapat keluhan saat istirahat, namun aktivitas fisik ringan menyebabkan kelelahan, berdebar atau sesak nafas.

Kelas IV, tidak dapat melakukan aktivitas fisik tanpa keluhan Terdapat gejala saat istrahat. Keluhan meningkat saat melakukan aktivitas.

Banyak pasien dengan gagal jantung tetap asimtomatik atau tidak bergejala. Gejala klinis dapat muncul karena adanya faktor presipitasi yang menyebabkan peningkatan kerja jantung dan peningkatan kebutuhan oksigen.

Faktor presipitasi yang sering memicu terjadinya gangguan fungsi jantung adalah infeksi, aritmia, kerja fisik, cairan, lingkungan, emosi yang berlebihan, infark miokard, emboli paru, anemia, tirotoksikosis, kehamilan, hipertensi, miokarditis dan endokarditis infektif.

Cara untuk mencegah gagal jantung adalah menghindari kondisi yang dapat memicu gagal jantung atau mengatasi kondisi tersebut jika ditemukan.

Berhenti merokok, makan makanan yang sehat untuk jantung, menjaga berat badan dan jika memiliki penyakit jantung lain atau kondisi lainnya, ikuti program tatalaksana yang sudah diberikan.

Gagal jantung merupakan keadaan medis yang memiliki mortalitas tinggi. Mortality rate pada 1 tahun dan 5 tahun adalah 22 persen dan 43 persen. Mortalitas tertinggi terdapat pada pasien dengan stadium NYHA yang sudah lanjut.

Gagal jantung diasosiasikan dengan infark miokard memiliki mortalitas 30-40 persen. Gagal jantung yang diasosiasikan dengan disfungsi sistolik memiliki 50 persen mortalitas dalam 5 tahun.

Diet/nutrition care pada pasien gagal jantung memeran peranan penting dalam tata laksananya. Untuk mencegah penurunan dan mempertahankan status gizi, perlu perhatian melalui monitoring dan evaluasi status kesehatan serta asupan makanan oleh tim kesehatan.

Pada dasaranya pelayanan dari suatu tim terpadu yang terdiri dari dokter, perawat, ahli gizi serta petugas kesehatan lain diperlukan agar terapi yang diperlukan kepada pasien optimal.

Asuhan gizi (Nutrition Care) betujuan untuk memenuhi kebutuhan zat gizi agar mencapai status gizi optimal, pasien dapat beraktivitas normal, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, yang pada akhirnya mempunyai kualitas hidup yang cukup baik. (*)

Pos terkait