Sekarang Susah Bikin Sambal, Efek Kenaikan Harga Komoditi Cabai

warung nasi pecel
Tampak salah seorang pemilik warung nasi pecel lele menguleg sambel dengan perpaduan cabai hingga tomat di kawasan Cibadak, Kabupaten Sukabumi.

SUKABUMI – Aisyah tak dapat menyangkal bahwa sambal buatannya kali ini kurang segereget biasanya. Bukan karena penjualan sedang lesu atau tidak semangat berjualan, namun dikarenakan harga sejumlah komoditi dalam bumbu sambal tiba-tiba merangsek naik alias mahal.

“Jadinya kurang pedes deh,” kata Aisyah, salah seorang pemilik warung nasi pecel lele di daerah Cibadak, Kabupaten Sukabumi kepada Radar Sukabumi, Rabu (6/10).

Bacaan Lainnya

Wanita berusia 43 tahun itu mengungkapkan bahwa sejumlah komiditi seperti cabai merah mendadak mahal saat dibeli di pasaran. Selain berpengaruh pada cita rasa sambal, juga terhadap porsi untuk pembelinya.

“Iya emang naik pak, yang lumayan itu cabe merah besar dan kriting. Untungnya kalau cabe rawit tidak begitu mahal lah,” ujarnya.

Dirinya berharap agar komoditas cabe merah besar dan kriting tersebut kembali normal. Karena baginya sebagai pelaku usaha kecil cukup berpengaruh.

“Ya harapan kami pedagang kecil ya supaya normal lagi lah harganya, kalau segala naik repot kan gimana mau jualan,” tandasnya.

Hal senada dilontarkan Deddy (51) salah seorang pemilik warung Tegal (warteg) di Jampang Tengah, Kabupaten Sukabumi. Dia mengaku kesulitan saat membuat olahan sambal lantaran mahalnya komoditi-komoditi tersebut di pasaran.

“Sudah saya cek ke banyak pasar. Ya sama mahalnya. Kayaknya pengaruh musim deh. Jadi sekarang teh, asa susah bikin sambel,” ungkap Deddy.

Lantas, apakah benar harga cabai di pasaran mengalami kenaikan? Dinas Koperasi, Perdagangan, dan UKM (DKPUKM) Kabupaten Sukabumi mengonfirmasinya bahwa harga komoditi cabai mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Bahan utama sambal itu naik hingga mencapai 16 peresen dalam setiap kilogramnya.

Kepala Seksi Distribusi Tertib Niaga dan Perdagangan DKPUKM Kabupaten Sukabumi, Iwan Wirawan menerangkan, pada pekan ini, terjadi kenaikan pada komoditas jenis cabe merah besar dan kriting. Kondisi itu, diakibatkan oleh kurangnya pasokan sehingga harga terkoreksi naik.

“Untuk pekan ini, kenaikan terjadi pada cabe merah besar dan kriting, dimana saat ini dijual rata-rata mencapai Rp 30 ribu sampai Rp 35 ribu dalam setiap kilogramnya,” terangnya kepada Radar Sukabumi.

Untuk komoditas dan bahan-bahan pokok lainnya masih terpantau stabil. Artinya, tidak ada kenaikan ataupun penurunan harga yang signifikan. Setiap harinya, DKPUKM melalui UPTD yang ada disetiap pasar terus melakukan pemantauan untuk memastikan stabilitas pasar.

“Kalau yang lain masih terpantau aman belum ada fluktuasi yang mengkhawatirkan. Kami pun terus memantau setiap hari oleh para UPTD pasar,” sebutnya.

Sementara itu, diberitakan sebelumnya oleh Radar Sukabumi bahwa hasil tani berupa cabai oleh petani di Kecamatan Sukaraja terancam turun produksi lantaran serangan hama di musim pancaroba. Seolah ini turut mempertegas sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi harga cabai di pasaran mahal.

Ketua Himpunan Petani Muda Sukabumi (HPMS), Ikbal Habibi kepada Radar Sukabumi mengatakan, saat musim pancaroba atau perpindahan musim kemarau ke musim hujan, mayoritas hama kerap menyerang hingga merusak daun tanaman cabai menjadi kuning.

“Dalam satu tangkai kalau normalnya bisa menghasilkan 7 ons sampai 1 kilogram. Namun setelah terkena virus bisa di bawah 5 ons. Bahkan, bisa tidak di panen,” kata Ikbal kepada Radar Sukabumi pada Senin (04/10).

Serangan hama ini, lanjutnya, terjadi akibat dari berbagai faktor. Selain terjadinya akibat perubahan musim, hama itu juga terjadi karena bibit variates tanaman tidak unggul. Sehingga, saat terjadi perubahan musim, hama itu langsung menyerang pada bagian daun tanaman hingga berubah menjadi menguning.

“Tanaman cabai jika terserang hama, masih tetap bisa tumbuh. Namun, buah dari tanaman cabai tersebut tidak bisa dijual. Lantaran, buah cabainya tidak layak jual atau ukurannya kecil,” paparnya.

Menurut Ikbal, hama tersebut sangat menggangu pertumbuhan tanaman cabai, mulai dari masa pertumbuhan hingga menjelang masa panen. Untuk itu, para petani cabai di wilayaht tersebut kerap menyemprotkan cairan obat untuk pembasmi hama tersebut. “Hama ini, sangat merugikan petani karena dapat menurunkan hasil panen secara drastis,” timpalnya. (upi/t)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *