Pengungsi Rohingya Menderita, Banyak Jadi Korban Kekerasan Seksual

Dari jumlah sekitar 700 ribu muslim Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar, ternyata sebagian menjadi korban kekerasan seksual oleh pasukan bersenjata negara itu. Menurut laporan Sekjen PBB Antonio Guterres, kekerasan seksual tersebut akan menjadi fokus PBB.

Seperti dilansir The Guardian, laporan pelecehan seksual yang dialami orang Rohingya tersebut diambil dari kesaksian staf medis internasional dan lain-lain di Bangladesh. Banyak pengungsi yang melarikan diri mengalami luka-luka akibat kekerasan seksual.

Bacaan Lainnya

Para pengungsi menanggung luka fisik dan psikologis dari serangan seksual brutal. Itu membuat mereka trauma dan menderita.

Etnis Rohingya tertindas di bawah Myanmar yang dipimpin Aung San Suu Kyi (Infografis: Kokoh Praba Wardani/JawaPos.com)

Guterres mengatakan, serangan seksual itu diduga dilakukan oleh pasukan bersenjata Myanmar. “Ancaman dan penggunaan kekerasan seksual merupakan bagian integral dari strategi ini. Mereka mempermalukan, meneror, dan secara kolektif menghukum komunitas Rohingya.”

Ini sebagai alat untuk memaksa mereka melarikan diri dari tanah air mereka. “Mencegah mereka kembali ke Myanmar,” kata Gutteres.

Myanmar yang mayoritas beragama Buddha tidak mengakui Rohingya sebagai kelompok etnis di negaranya. Mereka bersikeras etnis Rohinya adalah migran Bengali dari Bangladesh yang tinggal secara ilegal di negara itu. Mereka juga menolak kewarganegaraan etnis Rohingya. Membuat mereka tidak memiliki kewarganegaraan.

“Kekerasan telah dilakukan terhadap perempuan, termasuk perempuan hamil, yang dilihat sebagai penyebar etnis Rohingya,” ujar Guterres.

Bahkan fertilitas yang tinggi di kalangan Rohingya merupakan ancaman bagi mayoritas penduduk. Laporan Guterres muncul ketika Myanmar bulan ini memulangkan keluarga Rohingya pertama dari para pengungsi yang melarikan diri ke Bangladesh.

Militer Myanmar adalah salah satu dari 51 kelompok pemerintah, pemberontak, dan ekstremis dalam laporan Guterres yang diduga kuat melakukan pemerkosaan dan kekerasan seksual dalam konflik.

Guterres mengatakan, sebagian besar korban adalah perempuan dan anak perempuan yang terpinggirkan secara politik dan ekonomi. Mereka terkonsentrasi di daerah pedesaan yang terpencil dengan akses ke layanan yang sedikit.

Kekerasan seksual membuat perempuan Rohingya enggan kembali ke lokasi mereka melarikan diri. Mereka takut pasukan Myanmar termasuk yang diduga pelaku kekerasan seksual masih memegang kendali.

(ina/ce1/trz/JPC)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *