Yuk, Berkenalan dengan Aksara Sunda dan Sejarahnya

Beberapa peninggalan aksara Sunda
Beberapa peninggalan aksara Sunda: prasasti Kawali 1 dan 2 serta prasasti Batutulis. (foto : ist)

SUKABUMI — Beberapa hari kemarin sejumlah penggiat seni kesundaan ramai-ramai mengkritik Aksara Sunda yang ada di Balai Kota Sukabumi. Usai banyak kritikan pemerintah Kota Sukabumi, akhirnya mencabutnya untuk diperbaiki.

Untuk tetap melestarikan aksara sunda di masyarakat, Radarsukabumi.com mengajak berkenalan secara singkat tentang aksara Sunda dan sejarahnya. Diketahui  sejarah Aksara Sunda yang dikutif dari berbagai sumber, setidaknya sejak abad ke-12, orang Sunda telah mengenal aksara untuk menulis bahasa yang mereka gunakan. Namun, pada awal masa kolonial, orang Sunda dipaksa penguasa dan keadaan untuk meninggalkan salah satu identitas budaya mereka: penggunaan aksara Sunda kuno.

Keadaan ini, yang berlangsung hingga masa kemerdekaan, menyebabkan punahnya aksara Sunda kuno yaitu aksara tradisional masyarakat Sunda. M. Pleyte dan Bumiputra (misalnya Atja dan E. S. Ekadjati) mulai menyelidiki keberadaan prasasti dan manuskrip kuno yang menggunakan aksara Sunda kuno.

Aksara ini digunakan sekitar abad ke-14 hingga abad ke-18, untuk menuliskan karya sastra berbahasa Sunda Kuno. Aksara Sunda kuno merupakan modifikasi dari aksara Pallawa, yang banyak digunakan dalam naskah lontar pada abad ke-16.

Sejarah Asal-usul aksara Sunda tidak diketahui secara pasti. Pasalnya, sebelum abad ke-14, sumber-sumber sejarah di Jawa bagian barat umumnya ditulis menggunakan aksara lain, seperti Pallawa dan Jawa Kuno.

Penggunaan aksara Sunda kuno ditemukan pada peninggalan yang berupa prasasti, seperti Astana Gede, yang berada di Kecamatan Kawali, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Namun, beberapa ahli sejarah mengungkapkan bahwa aksara Sunda segera tergeser akibat ekspansi wilayah Mataram Islam di Priangan (Bandung).

Mataram Islam mampu menguasai wilayah Priangan, kecuali Cirebon dan Banten. Hal ini yang kemudian memengaruhi budaya di Sunda, yang digeser oleh kebudayaan Jawa. Salah satu buktinya adalah banyaknya penulis dan budayawan Sunda menggunakan tulisan Jawa.

Selain itu, VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie) bahkan mengeluarkan surat keterangan terkait penggunaan aksara resmi di wilayah Sunda. Surat resmi VOC yang dikeluarkan pada 3 November 1705, menyebutkan wilayah Sunda menggunakan aksara resmi berupa latin, Arab gundul atau pegon, dan aksara Jawa.

Sejak saat itu, aksara Sunda Kuno mulai terlupakan dan bahkan hampir hilang selama beberapa abad. Jumlah aksara Sunda Secara grafis, aksara Sunda memiliki bentuk persegi dengan ketajaman yang mencolok. Aksara Sunda memiliki 30 huruf atau suku kata, yang terdiri dari 7 suara atau vokal dan 23 aksara ngalagena atau konsonan.

Berdasarkan penelitian sebelumnya, pada akhir abad ke-20, keberadaan aksara Sunda yang merepresentasikan keunikan identitas bahasa Sunda mulai diakui. Oleh karena itu, Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat menetapkan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 1996 tentang Pelestarian, Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Sunda, Sastra dan Tulisan, yang dilanjutkan dengan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2003 tentang Pelestarian Bahasa Sunda.

Aksara Sunda
Aksara Sunda (ANTARA FOTO/Aditya Pradana P_

Aksara Swara

Aksara Swara tersusun atas 7 huruf vokal, yaitu a,i,u,e,o,é,eu.

Aksara Ngalagena

Dalam Aksara Sunda, komponennya tidak tersusun atas huruf vokal dan angka saja. Namun, terdapat keunikan yang disebut dengan Aksara Ngalagena, yang merupakan gabungan dari huruf yang menjadi pembentuk sebuah kata.

Aksara Ngalagena tersusun atas ka, ga, nga, ca, ja, nya, ta, da, na, pa, ba, ma, ya, la, wa, sa, ha, fa, va, qa, xa, za, kha, dan sya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *