Polri Keluarkan Kebijakan Khusus #2019GantiPresiden dan #2019TetapJokowi

RADARSUKABUMI.com, JAKARTA – Duel tanda pagar (tagar) #2019GantiPresiden versus #2019tetapJokowi membuat Polri harus mengeluarkan kebijakan khusus kepada seluruh anggotanya dalam menyikapi maraknya fenomena ini.

Kebijakan ini termuat dalam surat telegram bernomor STR/1852/VIII/2018 bertanggal 30 Agustus 2018 yang ditandatangani Kabaintelkam Komjen Lutfi Lubihanto. Selanjutnya, STR itu ditujukan kepada para Kapolda serta direktur intel dan keamanan seluruh polda.

Bacaan Lainnya

Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto mengatakan, telegram itu sebagai penegasan kepada seluruh personel Korps Bhayangkara untuk bersikap netral dan tidak mendukung salah satu kubu pasangan capres-cawapres. Menurutnya, Polri berkepentingan untuk menjaga suasana kondusif.

“Kalau dibilang polisi berpihak, kalau yang datang duluan pendukung #Jokowi2Periode lalu ada penolakan sama juga (akan dibubarkan). Kalau masyarakat menerima tidak masalah. Kalau mempermasalahkan itu bahaya maka timbul saling ricuh,” ujar Setyo di Jakarta, Senin (3/9/2018).

Setyo mengatakan, kegiatan menyampaikan aspirasi dan unjuk rasa telah diatur dalam Undang-undang (UU) Nomor 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Merujuk UU itu maka setiap orang yang hendak menyampaikan pendapat dan aspirasinya harus memedomani setidaknya lima hal.

Pertama, setiap orang yang menyampaikan pendapat di muka umum berkewajiban dan bertanggung jawab untuk menghormati hak dan kebebasan org lain. Kedua, menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum.

“Ketiga menaati hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Keempat menjaga dan menghornati keamanan dan ketertiban umum. Kelima menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa,” ujar Setyo.

Jika pihak yang berunjuk rasa tidak bisa memenuhi salah satu hal saja, lanjut Setyo, maka aparat kepolisian berhak untuk membubarkan aksi yang sudah digelar. Menurutnya, Polri juga mencermati apakah aksi yang digelar rentan konflik atau tidak.

Apabila rawan, polisi bisa mengambil keputusan membubarkan pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum. “Kalau dia tidak mau dibubarkan maka dia dikenakan pidana,” ujarnya.

(JPNN/izo)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *