Gempa Sukabumi, Warga Terpaksa Hidup di Kolong Terpal

GETIR: Warga Desa Purwabakti harus rela tidur beratap terpal di tengah sawah akibat kehilangan rumahnya yang ambruk diguncang gempa.

SUKABUMI, RADARSUKABUMI.com – Gempa bumi Sukabumi magnitudo 5.1 pada Selasa (10/3/2020) juga berdampak pada Kampung Cisalada RW 06, Desa Purwabakti, Kecamatan Pamijahan. Mereka terpaksa tinggal di kolong terpal di tengah sawah, kaki Gunung Salak.

Bacaan Lainnya

Dengan pandangan yang kosong sejumlah ibu-ibu berteduh dibawah tenda berwarna merah dan biru, sesekali mereka mengibaskan kain kebagian wajah karena tak kuasa menahan cuaca yang cukup terik pada Rabu (11/3) kemarin.

Tak hanya para ibu yang berada ditenda berukuran 2×3 meter itu, sedikitnya ada 10 anak-anak ikut menempati tenda darurat tersebut. Mereka sudah satu hari satu malam tidur di tengah sawah dengan beralas tikar.

Padahal, jarak rumah mereka tak jauh dari tenda tersebut hanya berjarak 50 meter saja. Namun, kondisi perkampungan yang berada di lembah bukit Gagak ini seperti tak berpenghuni.

Meski begitu, anak-anak di tenda pengungsian tidak pernah takut akan apa yang akan terjadi kemudian. Meraka malah tampak senang bermain-main di pematang sawah, sambil melihat ayah mereka yang bekerja sebagai seorang petani.

Namun, kondisi siang hari yang terik sangat berbanding terbalik dengan kondisi di malam hari. Seluruh warganya memilih untuk tetap berada ke tengah sawah, daripada tidur dibawah langit rumah yang retak dan tak tahu kapan akan menimpa penghuninya.

Dinginnya udara malam khas pegunungan menembus kulit tipis 20-an pengungsi yang tidur dengan posisi berhimpitan agar tetap menjaga kehangatan tubuh mereka.

Anak-anak ditaruh ditengah-tengah agar tidak langsung terkena hembusan angin khas gunung salak yang sangat dingin

Pun dengan Sumiyati (31) harus merasakan dinginnya udara malam di pegunungan Salak yang menusuk ketulangnya.

Bersama sang buah hati yang belum genap berusia 3 tahun dan tanpa pendampingan sang suami yang harus mengontrol kondisi rumah bersama bapak-bapak lainnya, ia harus tetap tabah dan tegar menjalani getirnya kehidupan.

Ia pun berharap pemerintah Kabupaten Bogor mau memberikan bantuan berupa pembangunan rumah baru bagi warga yang kehilangan tempat tinggalnya.

Sebab, ia sendiri mengaku tidak kuat jika harus bermalam untuk kedua kalinya di tengah-tengah sawah yang berada diatas ketinggian kurang lebih 1800 meter diatas permukaan laut (MDPL) ini.

“Maunya sih pindah aja, soalnya udah dua kali kena gempa, jadi takut. Kasian juga anak saya kalau kena angin malam terus,” jelasnya.

Di RT 01/06 sendiri, terdapat 7 rumah yang mengalami rusak berat dan mengakibatkan 30 KK harus diungsikan. Berdasarkan data yang dithimpun Metropolitan dari Kecamatan Pamijahan, terdapat 508 rumah rusak ringan, 100 rumah rusak sedang dan 56 rumah rusak berat.

Kerusakan ini pun tersebar di tujuh desa, yaitu di Desa Gunung Bunder I sebanyak satu rumah, Desa Cibitung Kulon satu rumah, Desa Pasarean satu rumah, Desa Ciasihan 22 rumah, Desa Ciasmara 61 rumah, Desa Cibunian 104 rumah dan paling banyak di Desa Purwabakti 474 rumah.

Salah satu warga RT 01/06 Kampung Cisalada, Desa Purwabakti, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Junaedi (30) mengaku kalau gempa yang mengguncang pada sore hari itu menghancurkan sebagian rumahnya hingga tak bisa ditempati lagi.

Ia sendiri menceritakan sebelum terjadinya gempa dahsyat yang berhasil menghancurkan tembok rumahnya itu, diawali dengan gempa kecil sebanyak dua kali.

Merasa ada yang tidak beres dengan gempa yang terjadi menjelang adzan Maghrib itu, ia pun melarikan diri ke luar rumah bersama istri dan anaknya.

“Awalnya goyangannya kecil tapi lama-lama besar dan semuanya ambrok,” ujarnya.

Tak hanya rumahnya saja yang ambrok karena diguncang oleh gempa bumi tektonik tersebut. Rumah milik Emak ijah (60) juga menjadi korban keganasan alam ini.

Namun, kondisi nenek yang sudah tinggal di Desa Purwabakti semenjak kanak-kanak ini tidak seberuntung Junaedi.

Sebab, saat kejadian tersebut, Emak Ijah tengah memberikan pakan ayam peliharaannya didepan rumahnya. Karena tidak bisa melarikan diri, Emak Ijah pun tertimpa reruntuhan tembok rumahnya yang mengakibatkan luka di bagian punggung dan kaki kirinya.

“Saya gak merasakan gempa awalnya. Tiba-tiba tembok rumah roboh aja,” katanya.

Namun luka yang diderita oleh Emak Ijah tidak terlalu parah. Ia pun langsung dilarikan ke puskesmas terdekat oleh anak-anaknya dengan menggunakan sepeda motor.

Berdasarkan catatan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), pusat gempa sendiri berada pada 23 km arah Timur Laut, Kota Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat dengan kedalaman 10 km.

Menurut hasil analisis Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), gempa yang terjadi merupakan gempa tektonik dengan jarak kedalaman yang terbilang dangkal dan diakibatkan oleh aktivitas sesar lokal.

Dampak dari gempa bumi ini pun dirasakan langsung di daerah Cikidang, Ciambar, Cidahu, Kalapa Nunggal dengan kekuatan IV – V MMI, Panggarangan, Bayah III MMI, Citeko, Sukabumi dan sekitarnya II – III MMI.

Namun, Bupati Bogor, Ade Yasin yang meninjau langsung kondisi pengungsi di Desa Purwabakti, Kecamatan Pamijahan mendapatkan aduan dari warga kalau sebelum gempa besar ini terjadi, gempa-gempa dengan skala kecil sering mengguncang wilayah yang berdekatan dengan Perusahaan Star Energy.

Bahkan berdasarkan aduan yang ia terima, dalam sehari, warga bisa merasakan gempa kecil sebanyak 19 kali. Ia pun meyakinkan masyarakat untuk tetap tinggal di kampungnya masing-masing.

Sebab, saat ini Pemerintah Kabupaten Bogor masih melakukan kajian apakah relokasi perlu dilakukan untuk menjaga keamanan dan ketentraman warga yang ada di kaki Gunung Salak ini.

“Jadi memang di wilayah ini kan sering terjadi ya, apalagi wilayah yang berbatasan dengan Sukabumi. Jadi kami akan meminta ini dikaji oleh pemerintah pusat, karena disini ada kegiatan yang punya dampak seperti gempa bumi ini,” katanya kepada Metropolitan saat ditemui di Desa Purwabakti, Kecamatan Pamijahan, Rabu (11/3).

Selain mengajukan pengkajian ke Pemerintah Pusat, dibawah komando wanita yang akrab disapa AY ini, Pemerintah Kabupaten Bogor, melalui Bappedanya berencana akan menjalin komunikasi dengan Badan Informasi Geospasial untuk mencari tahu faktor X yang menyebabkan gempa terjadi di Kecamatan Pamijahan.

Hal ini dikarenakan, dari sekian banyak wilayah yang merasakan gempa bumi yang berpusat di Sukabumi, hanya berdampak untuk wilayah Pamijahan saja.

“Makanya saya minta akan kordinasikan ini dengan pemerintah pusat. Faktor X ini harus segera kita temukan ya. Saya akan berkordinasi dengan Bappeda untuk memetakan ini,” ujarnya.

Keinginan Bupati cantik kesayangan warga Tegar Beriman ini pun seperti langsung dijawab oleh pemerintah pusat. Sebab, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) berencana untuk mengirimkan tim untuk melakukan penelitian terhadap gempa yang terjadi di Bogor dan Sukabumi, Jawa Barat.

Sementara itu, Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi PVMBG, Sri Hidayat, mengatakan tim tersebut akan diberangkatkan ke dua daerah terdampak gempa, yakni Kelapa Nunggal, Kabupaten Sukabumi dan Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor.

Tim tersebut akan melakukan pemetaan dampak gempa bumi baik itu kerusakan bangunan, pergeseran tanah, retakan tanah serta adanya likuifaksi dan longsoran.

“Di lokasi, tim juga akan melakukan identifikasi karakteristik tanah setempat melalui pengukuran microtremor,” kata Sri.

Setelah selesai melakukan penelitian, tim akan memberikan rekomendasi teknis berkaitan dengan kerusakan geologi kepada pemerintah daerah setempat.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *