SUKABUMI – Larangan penjualan baju impor oleh Presiden Jokowi, mendapat ragam reaksi. Adanya bisnis baju bekas impor ini dinilai pemerintah bisa mengganggu industri tekstil dalam negeri.
Salah seorang pedagang pakaian bekas atau thrifting di Pasar Cimol Kota Sukabumi, Yusup (28) mengaku larangan tersebut sudah sering terjadi. Bukan hanya sekarang saja.
“Isu itu sudah dari dulu sering denger. Beberapa kali katanya mau ditutup, kenyataannya di Jakarta, Bandung juga masih beredar. Jadi sudah biasa” akunya saat ditemui tempat jualannya, di Pasar Ciwangi, Jumat (17/3).
Dia menambahkan, kalau industri Thrifting di Indonesia harus ditutup, maka pihak pemerintah juga harus turut menghadirkan solusi.
“Saya minta pada pemerintah, jangan main tutup saja. Kalau tanpa ada solusi yang jelas. Ketika terpaksa harus ditutup, kita balik lagi aja jadi kuli.
Intinya buka lapangan pekerjaan seluas-luasnya, kalo ini (thifting) ditutup. Pedagang thrifting di sini saja sudah 200 orang lebih, mau kerja apa mereka” bebernya.
Yusup menjelaskan, sebanyak 200 orang pedagang yang menggantungkan hidupnya untuk menapakahi keluarga dirumahnya.
Jika nanti penutupan benara akan dilakukan, seharusnya memikirkan nasib para pedagang.
“Apalagi pakaian bekas ini bukan barang yang haram, darimana coba bahayanya. Saya bersama pedagang yang lain hanya mencari makan saja,” jelasnya.
Apalagi thrifting atau pakaian impor bekas, hingga kini masih memiliki banyak peminat. Selain harganya murah, kualitas bagus dan mengikuti trend yang sedang ramai, seringkali menjadi alasan konsumen tetap meminati pakaian second.
Sementara itu, Helda (19) warga Cisaat seorang pengunjung mengatakan alasannya menyukai pakaian impor bekas. Dirinya sering membelii pakaian tersebut, karena sangat terjangkau sekali. “Suka saja. Kualitasnya bagus, harganya murah, terus ya ikut trend juga,”singkatnya. (cr4)
