Inovasi dalam Perspektif Pelayanan Publik

Oleh :

Asep Hikmat
(Kabag Organisasi Pemkab Sukabumi, Dosen di Stisip Widyapuri Mandiri, dan Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Sukabumi)

Bacaan Lainnya

 

“Pelayanan publik adalah wajah konkret kehadiran negara dalam kehidupan masyarakat sehari-hari”.

Itu pernyataan Presiden Jokowi ketika berbicara dalam forum  penyelenggaraan pelayanan publik beberapa waktu lalu.

Masih buruknya citra pelayanan publik Indonesia hari ini yang terkenal dengan jargonnya ‘Kalau dapat dipersulit kenapa dipermudah’, telah memicu banyak pihak dalam pemerintahan untuk mengubah dan memperbaiki serta mengangkat citra layanan publik menjadi jauh lebih baik (dari dilayani menjadi melayani).

Berbagai kebijakan dibuat, strategi dirumuskan, program dan kegiatan digulirkan hingga evaluasi serta penghargaan disiapkan, semuanya untuk memenuhi harapan masyarakat dalam pelayanan publik yaitu layanan yang lebih baik (better), lebih cepat (faster), lebih baru (newer), lebih murah (cheaper) dan lebih sederhana (more simple).

Arah baru transformasi kebijakan dalam pelayanan publik yang didasari oleh komitmen kuat dalam peningkatan kualitasnya, disusun dalam Road Map Tahun 2000-2025 yakni Pelayanan Publik Berkualitas Dunia.

Peningkatan kualitas pelayanan publik ditandai dengan empat (4) ciri utama yaitu : Intergrasi pelayanan publik, Percepatan pelayanan publik, partisipasi masyarakat dan E-Services.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik , PP 96 Tahun 2012, dan serangkaian aturan di bawahnya berupa Permenpan RB, kegiatan pelayanan publik yang prima diarahkan untuk tercapainya;  tingkat kepuasan masyarakat, tingkat efektifitas dan efisiensi dalam penerapan standar pelayanan serta memberikan kontribusi terhadap peningkatan peringkat Indonesia dalam kemudahan berusaha.

Secara umum, terjadi peningkatan kualitas pelayanan publik di Indonesia dari tahun ke tahun, namun demikian hal-hal yang harus dibenahi dan dievaluasi juga masih banyak agar masyarakat semakin merasa bahwa pemerintah hadir dalam berbagai aspek kehidupan mereka terutama untuk memenuhi harapan dan kebutuhannya.

Kritik dan aduan dari masyarkat terhadap layanan yang diberikan pemerintah, merupakan salah satu bentuk koreksi untuk perbaikan  kualitas layanan itu sendiri.

Pada konteks  pelaksanaan reformasi birokrasi, berdasarkan hasil evaluasi Kemenpan RB,  peningkatan kualitas pelayanan pada tahun 2019 nilainya 3,82 dari standar nilai maksimal 6,00 atau 63,66 persen suatu angka yang relatif belum memuaskan.

Salah satu kegiatan yang dapat berkontribusi terhadap terwujudnya pelayanan publik prima (peningkatan kualitas pelayanan) adalah inovasi . Pada sektor publik, inovasi ini terbagi atas beberapa tipe, antara lain:

(1) New Improve Service, merupakan tipe inovasi yang menekankan pada pelayanan yang baru baik model maupun kuantitasnya;

(2)  Process Innovation, yakni inovasi dalam hal proses penyediaan pelayanan maupun proses produk yang dibuatnya;

(3) Administration Innovation, adalah inovasi yang sifatnya administratif berupa penggunaan instrumen kebijakan baru dari sistem yang sudah ada dengan mendirikan organisasi baru atau dibentuk baru, kerjasama dan interaksi.

(4) Innovation system, yakni sistem inovasi berupa perubahan mendasar dari sistem yang ada;

(5) Conceptual Innovation, merupakan inovasi dalam hal tataran konsep dengan cara memperbaharui konsep-konsep yang ada menjadi konsep baru;

(6) Radical  Charge of Innovation, merupakan inovasi yang sifatnya radikal dalam arti melakukan perubahan-perubahan total dari keseluruhan tatanan yang ada.

Permenpan RB Nomor 30 Tahun 2014 tentang Pedoman Inovasi Pelayanan Publik, menggariskan bahwa pembangunan Inovasi Pelayanan Publik didesain melalui empat (4) hal: (1) Kebijakan “One Agency One Innovation”(sebagai bagian dari Reformasi Birokrasi), (2) Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik (KIPP), (3) Jaringan Inovasi Pelayanan Publik dan (4) Replikasi Inovasi & Scaling Up.

Di level pemerintahan daerah, kebijakan satu perangkat daerah satu inovasi dalam satu tahun sudah dicanangkan bahka menjadi salah satu kebijakan.

Untuk menstimulan Gerakan inovasi daerah, berbagai kompetisi  terus dilaksanakan baik di level Kabupaten/Kota, regional Provinsi maupun nasional, khususnya untuk inovasi dalam pelayanan publik oleh instansi pemerintah. Demikian pula jaringan inovasi pelayanan publik dan replikasinya terus digerakan dan diimplementasikan.

Urgensi berinovasi dalam konteks peningkatan pelayanan publik yang sangat beragam, secara umum dicirikan dengan langkah diagnose yakni mengidentifikasi kebutuhan atau masalah (sosial, ekonomi, dsb) yang harus dicarikan solusinya, kemudian didesain dengan cara menggali ide-ide kreatif sebagai bahan dasar implementasi menjadi inovasi kreatif (deliver), sehingga pada gilirannya dapat menghasilkan nilai tambah atau manfaat, berdaya saing dan dapat mensejahteraan masyarakat.

Pada perjalanannya, inovasi ini perlu juga dievaluasi untuk perbaikan atau penyempurnaannya.

Inovasi adalah gagasan/ide dan praktek yang disasarkan dan diterima sebagai hal baru oleh seseorang atau kelompok tertentu untuk diterapkan atau diadopsi (Everett M.Rogers).

Oleh karenanya, suatu inovasi pada dasarnya memiliki karakteristik sebagai berikut : (1) Dilakukan secara terencana, (2) Memiliki tujuan tertentu. (3) Memiliki ciri khas atau karakterisitik tertentu dan (4) Merupakan ide baru, belum pernah dipublikasikan atau diungkapkan oleh orang lain sebelumnya.

Adapun manfaat inovasi setidak-tidaknya dapat memecahkan masalah, meningkatkan produktivitas, menampilkan kualitas dan bagi pelaku bisnis dapat membantu mengalahkan para pesaing yang tangguh.

Untuk meningkatkan kualitas layanan publik, inovasi harus dapat menghemat waktu, meningkatkan produktivitas dan efisiensi, menciptakan kenyamanan, mengurangi resiko, memperbaiki dan meningkatkan kualitas produk  atau layanan jasa, mempercepat kinerja diri dan pegawai, mengembangkan wawasan/pengetahuan dan meningkatkan kualitas hidup.

Agar tujuan tersebut dapat berjalan mencapai sasarannya terutama dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat, maka proses terwujudnya inovasi idealnya harus melalui; Pertama, pengenalan/pengetahuan (knowledge), artinya sosialisasi dan komunikasi harus intens dilakukan termasuk melalui peran media, kedua tahap persuasi/bujukan (persuation), innovator baik secara individu maupun lembaga mempromosikan inovasi layanan ini sehingga dapat mempengaruhi opini publik bahwa memang inovasi tersebut diperlukan dan akan memberi manfaat kepada mereka.

Ketiga, tahap keputusan (decision) di mana publik sudah bersikap dan memutuskan untuk menggunakan inovasi.

Keempat, tahap konfirmasi (confirmation), maknanya inovator atau penyelenggaran inovasi melakukan konfirmasi atau meminta keterangan sekaligus respon penilaian kepada publik yang telah menggunakan inovasi tersebut sebagai bahan evaluasi dan koreksi untuk perbaikan atau penyempurnaan inovasi selanjutnya.

Inovasi dalam perspektif pelayanan publik, pada dasarnya merupakan bentuk tanggung jawab dan keharusan penyelenggara layanan (pemerintah/pemerintah daerah) untuk mengakselerasi terpenuhi kebutuhan publik  dalam berbagai sendi kehidupan sehari-hari sehingga mereka merasa bahwa pemerintah hadir di tengah-tengah persoalan yang harus di atasi secara cepat, tepat, hemat dan memuaskan. (*)

 

 

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *