Muflis Segera

Dahlan Iskan
Dahlan Iskan

Oleh: Dahlan Iskan

SIAPA yang menang? Di debat antara Anwar Ibrahim vs Najib Razak kemarin malam?

Bacaan Lainnya

Dari segi orasi, Najib menang tipis: 55-45.

Dari segi pakaian, Najib lebih keren. Dengan jas lengkap dasinya. Bahkan dengan pucuk sapu tangan merah menyembul di saku jasnya. Anwar Ibrahim terlihat lebih sederhana. Dengan jas tanpa dasi. Juga tanpa aksesori.

Dari segi isi: tergantung siapa Anda. Kalangan usaha lebih suka cara Najib. Kalangan aktivis lebih suka Anwar.

Pada dasarnya, pun debat ini, tidak akan mengubah apa-apa. Tapi rakyat terpuaskan. Bisa melihat tokoh mereka berhadapan di publik. Untuk kali pertama.

Najib sangat menarik ketika berhujah mengapa Sapura Energy harus diselamatkan (Lihat Disway Rabu 11 Mei 2022: Wilayah Pusat). Dan bagaimana caranya.

Yang menyelamatkan, katanya, tidak harus negara. Tidak perlu satu sen pun uang negara.

Najib bilang, cukuplah Petronas yang membeli Sapura Energy. Mumpung harga sahamnya tinggal 3 cent RM. Lalu Petronas memberikan jaminan bahwa semua kontrak Sapura akan dipenuhi.

Dengan langkah itu, katanya, harga saham Sapura akan naik. Kalau harganya sudah bagus Petronas bisa jual. Dapat untung besar. Sebagaimana Amerika untung besar saat menolong AIG di krisis 2008.

Menurut Najib, Sapura mengalami kesulitan karena harga minyak yang sangat rendah selama 7 tahun berturut.

“Kalau tidak ditolong Sapura akan muflis. Tanggal 10 Juni depan,” ujar Najib.

Debat ini memang menggunakan bahasa Melayu. Banyak istilah Melayu yang terasa asing di telinga saya. Seperti kata muflis itu. Yang berarti bangkrut.

Sapura itu, kata Najib, pernah menjadi kebanggaan Malaysia. Ia pernah jadi perusahaan terbesar kedua di dunia. Di bidang EPC minyak dan gas.

Tidak hanya Sapura yang kini sulit. “Lima besar perusahaan di bidang itu, di seluruh dunia, semua mengalami kesulitan. Italia juga menolong perusahaan sejenis di sana,” kata Najib.

Ketika mengemukakan semua itu, Najib sangat percaya diri. Tidak ada rasa sedikit pun malu. Bahwa ia sudah divonis 12 tahun penjara di pengadilan pertama. Keputusan itu dikuatkan oleh pengadilan tinggi. Memang ia masih kasasi ke Mahkamah Agung. Sementara ini ia belum bisa dikatakan bersalah. Sambil menunggu putusan final itu ia menjalani tahanan luar. Dengan jaminan uang.

Anwar Ibrahim, mudah sekali menjatuhkan Najib di situ. Petronas adalah perusahaan negara. Bagaimana bisa Najib mengatakan tidak pakai satu sen pun uang negara. Dan lagi perusahaan seperti itu nanti akan banyak. “Perusahaan kecil banyak yang juga bangkrut. Lebih 1.500 UMKM yang sulit. Mengapa mereka tidak diselamatkan dengan uang negara,” ujar Anwar.

Najib masih punya konsep lain. Tidak perlu Petronas yang mengambil alih. Cukup dunia perbankan yang memberi kredit. Dengan jaminan negara.

Sama saja.

Anwar mengatakan ia tidak anti penyelamatan. Tapi harus dilakukan dulu audit forensik. Lalu siapa yang bersalah harus bertanggung jawab.

Debat ini, Anda sudah tahu: 1,5 jam. Di aula gedung pariwisata. Pendukung masing-masing mendapat jatah kursi yang sama. Di kiri dan kanan. Bagian depan. Bagian belakangnya diisi akademisi dan media.

Astro TV menyiarkannya secara live. Media pendukung Anwar dan Najib menyiarkan secara live juga. Lewat Facebook mereka.

Yang hadir dilarang bertepuk tangan, bersorak atau pun menjerit. Yang dimaksud dengan ”menjerit” adalah berteriak.

Jalannya debat seperti biasa di Indonesia atau di Amerika. Babak pertama tentang Sapura. Babak kedua soal masa depan negara.

Najib sempat menghunjamkan serangan ke Anwar. Yakni mengenai audit forensik itu.

Najib mempersoalkan kerugian negara di masa lalu. Yang amat besar. Antara tahun 1987 sampai 1992. Sebesar USD 30 miliar. “Kalau dikurskan sekarang bernilai RM 150 miliar,” ujar Najib.

Ia pun menohok Anwar: mengapa soal itu tidak pernah dilakukan audit forensik? Dan tidak satu pun ada yang jadi tersangka?

Anwar enteng saja menjawab. “Pemerintahan sekarang kan pemerintahan UMNO. Buka saja semua,” ujar Anwar. Ia tidak sedikit pun keberatan. Yang ia tidak bisa menerima adalah kalau kekuasaan dipakai untuk menjatuhkan lawan politik.

Anwar kelihatannya memang jauh panggang dari api. Skandal itu memang dramatis. Bank Negara Malaysia (BNM) mengalami kerugian sepertiga dari cadangan devisa negara. BNM adalah bank sentral. Ibarat Bank Indonesia di negara kita.

Anwar juga sempat menohok Najib. Ekonomi Malaysia begitu buruk selama pemerintahan Najib. Kalah dengan Indonesia dan Vietnam. “Apanya lagi yang Malaysia menang. Tidak ada lagi,” ujar Anwar.

Pada tahun-tahun itu, George Soros lagi sangat aktif memainkan valuta asing. Di seluruh dunia. Ahli keuangan yang juga spekulan hebat itu ingin ”menghajar” keuangan negara tertentu.

Soros pun memainkan pasar uang dunia. Gubernur BNM terbawa permainan Soros. BNM ikut melayani permainan itu. Alasannya: demi stabilitas mata uang Ringgit.

Dalam tiga-empat tahun, kerugian valuta yang dialami BNM begitu besar. Tidak ada yang tahu. Sengaja ditutupi. Demi stabilitas mata uang negara. Itu dijamin oleh UU Keamanan Nasional Malaysia.

Anwar sendiri pernah mengaku: ia baru tahu di tahun 1993. Ketika ia berada di Eropa. Di sana ia mendengar kejadian itu.

Tak lama kemudian barulah heboh di dalam negeri. Yakni ketika Ketua Umum Partai Aksi Demokrasi (DAP), mendiang Lim Kit Siang, mengungkapkannya ke publik.

Lewat buku yang ia terbitkan. Waktu itu Lim jadi ”musuh” penguasa. Partainya tidak bisa ikut pemilu. Partai Tionghoa yang besar adalah yang pro UMNO: MCA.

Kini partai DAP justru menjadi rumah hampir semua orang Tionghoa di Malaysia. DAP mendapat 40 kursi di DPR. Sedang MCA tidak satu pun dapat kursi.

DAP sendiri kini berkoalisi dengan Partai Keadilan Rakyat pimpinan Anwar Ibrahim.

Waktu skandal itu terjadi Anwar sudah menjabat Wakil Perdana Menteri. Wakilnya Mahathir Mohamad. Tapi belum merangkap menteri keuangan. Menkeunya masih dijabat oleh Tun Daim Zainuddin.

Maka tohokan Najib di debat itu terasa seperti meninju angin.

Tapi tetap saja Najib lega: bisa mengemukakan itu. Maksudnya: mengapa kali ini kerugian negara didakwakan padanya.

Mantan Perdana Menteri Mahathir Mohamad pernah memberi penjelasan soal ini. “Kasus itu, dengan kasus Najib, berbeda jauh,” ujarnya suatu ketika.

“Kerugian negara waktu itu benar-benar kerugian. Sedang kerugian negara di zaman Najib uangnya masuk ke rekening pribadi Najib,” katanya.

Telak sekali.

Dari pengungkapan skandal itu setidaknya kita ingat: mengapa Mahathir sangat benci Soros, benci Amerika, dan benci IMF.

Pos terkait