Modus Berjuang dengan Buku

Mendikbud Ristek Nadiem Makarim bersama Ketua PB PGRI Dudung Nurullah Koswara

Oleh : Dr. Dudung Nurullah Koswara, M.Pd
(Dewan Pembina PGRI Dan Ketua DPP AKSI)

HAR Selasa tanggal 23 November 2021 di The Dharmawangsa Hotel hadir Mendikbud Ristek Nadiem Makarim, Dirjen GTK Iwan Syahril, Direktur Pendidikan Tinggi Nizam, Kepala Balitbang dan Perbukuan Anindito. Ini satu momen langka yang efektif dan bermanfaat bagi dunia guru dan pendidikan.

Ini satu kemasan diskusi khusus antara Mendikbud Ristek dengan para penulis dan pegiat pendidikan kebudayaan. Sungguh luar biasa saat Mendikbud memaparkan perspektifnya terkait upaya perbaikan dunia pendidikan kita. Saya menyimak dengan seksama paparan Mendikbud Ristek Nadiem Makarim.

Mendengarkan Nadiem Makarim memaparkan perspektifnya terasa berada di ruang kuliah Harvard University. Inikah pemikiran Menteri Milenial lulusan Harvard University? Beberapa pandangan beliau terkait bagaimana memperbaiki sengkarut dunia pendidikan kita cukup membuat Saya tersenyum dan bergumam wow.

Diskusi berjalan dengan santai karena hanya beberapa orang. Saya pun memberikan persepektif terkait guru dan pendidikan. Sungguh rendah hati Nadiem Makarim, Ia tetap fokus menyimak dengan baik apa yang Saya sampaikan. Padahal paparan Saya agak lama. Mungkin Saya paling lama di sesi pertama.

Sebelum Saya bicara, Saya meminta agar Nadiem Makarim bersedia menerima buku karya Saya dan photo bareng. Ini adalah “modus” mengaspirasikan suara guru yang sering Saya lakukan. Dalam buku karya Saya, selalu menarasikan realitas guru dan dunia pendidikan. Saya pastikan para pejabat agak sulit punya waktu untuk baca buku Saya.

Sejumlah pejabat yang pernah dimodusin photo bareng dan menerima buku Saya diantaranya adalah : 1) Menteri Enggartiasto, 2) Jenderal Moeldoko, 3) Muhadjir Effendy, 4) Iwan Syahril (Dirjen GTK), 5) Jumeri (Dirjen Paudasmen), 6) Ridwan Kamil, 7) Dewi Sartika dan Dedi Supandi (Kadisdik Jawa Barat), 8) Walikota Sukabumi Ahmad Fahmi, 9) Bupati Sukabumi Marwan Hamami, 10) Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi, 11) Bupati Cirebon 12) Deputi Prof. Dr. Dadan Wildan dan terbaru ) adalah Nadiem Anwar Makarim. Nadiem adalah “korban” terbaru.

Memberi buku adalah modus perjuangan mengaspirasikan suara guru dan menyoal dinamika pendidikan. Kemana pun Saya selalu bawa buku. Mengapa? Karena bila ada momen baik dan ada seseorang yang layak “dimodusin” sebagai bagian dari penentu perbaikan nasib guru dan pendidikan maka buku karya Saya adalah alasannya.

Menarik adalah saat “ngemodusin” Sang Menteri Milenial Nadiem Makarim. Saya katakan, “Pak Menteri Saya minta photo bareng sama Saya untuk “endorse” ke seluruh guru Indonesia agar mau menulis. Pesannya adalah guru harus menulis agar ketemu Mendikbud Ristek”. Ini bahasa modus, tapi memang sebaiknya demikian. Modus literatif.

Sebuah pengalaman “perasaan” terunik terjadi saat tanggal 23 November tahun 2021 ini di The Dharmawangsa Hotel. Apa yang terunik? Saya merasa kok orang hebat, Menteri paling populer dan bahkan kontroversial yang ada dihadapan Saya, terasa sebagai murid yang mendengarkan gurunya bicara. Hampir Saja kata-kata Saya bagaikan guru yang meminta perhatian pada murid-muridnya.

Mengapa rasa guru murid itu muncul saat Saya berhadapan muka dengan Mendikbud Ristek Nadiem Makarim? Mungkin karena usia muda dan wajah imut Mendikbud Nadiem Makarim terlihat bagaikan siswa kelas XII SMA. Kebetulan wajahnya sama ganteng dengan murid Saya bernama Hosam. Seorang siswa Saya yang ganteng dan berprestasi, mirip Mendikbud Ristek Nadiem Makarim.

Tulisan ini pun bagian dari apresiasi pada Mas Menteri yang telah sudi mendengarkan seorang guru SMAN menyuarakan aspirasi dan dinamika faktual tentang nasib guru. Plus permohonan maaf pada Beliau atas kelancangan kata, bahasa tubuh yang terbawa emosi karena larut dalam keakraban yang “menghilangkan” batas formalistik seorang Menteri dan seorang guru penulis.

Maafkan Saya Nadiem Makarim, Menteri Pendidikan Kebudayaan Ristek yang telah “duduk sejajar” dan mendengarkan aspirasi cukup lama. Ini pun terjadi karena dalam prolognya Nadiem Makarim menyatakan betapa mulia dan strategisnya menjadi seorang guru. Guru sangat-sangat penting keberadaannya. Artinya Saya pun sangat penting berada di hadapan Beliau. Ahaa, modus lagi, lagi lagi modus. (*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *